Monday, May 31, 2010

cinta

cinta, aku mencintai kamu saat ini, sungguh hanya kamu dalam detik ini. tidak kuasa aku menepiskan seluruh rasa dalam lubuk, meski bilamana ditanya yakinkah aku akan kamu mencintai aku pula, hingga detik ini pun aku tiada pernah diyakinkan oleh semesta. namun apa peduliku pada semesta? aku hanya peduli pada kamu, hanya kamu, cinta.

tapi, cinta, jika kamu meminta aku untuk mengorbankan keseluruhan hidupku hanya untuk seorang kamu... maaf, aku terlalu egois untuk menanggalkan hidupku demi kamu... sekali lagi maaf, aku pastikan aku tidak bisa.

dengar cinta, aku dilahirkan sendirian dari rahim sang bunda, dan akan meninggalkan dunia ini sendirian pula, aku katakan kepada kamu.. aku tidak pernah takut sendirian untuk menjalani tiap putaran waktu pada bumi ini. walau aku harus menyiksa diriku dengan meniadakan kamu, sungguh cinta, bukan kamu sendiri yang merana karena di sini aku memeluk sengsara.

Wednesday, May 12, 2010

sendal jepit

kali ini saya sedang tidak berguna. setelah diperoleh dalam kurun waktu kurang lebih dua kali tiga ratus enam puluh hari, dan difungsikan dengan sangat bijaksana, baru kali ini saya tidak memberikan manfaat. terakhir saya dikenakan sekitar dua minggu yang lalu, kemudian... entah. saya adalah bagian kiri dan telah lewat dua kali tujuh hari ini saya mencari sang kanan. namun semakin keras saya mencari, semakin bergetar jiwa saya oleh sebab kekhawatiran akan tidak menemukannya.

apalah fungsinya jika saya sendirian. saya butuh sang kanan, bahkan tingkat kebutuhannya melebihi apapun yang pernah saya duga. saya bisa lebih lapang menerimanya andaikata sang kanan ditemukan koyak, jauh lebih baik dibandingkan ia sirna begitu saja, tak ditemukan.

saya limbung tanpa sang kanan, sang penyeimbang. ketika saya meradang karena panasnya matari tepat di titik nadir, maka sang kanan akan menceritakan banyak hal sebagai pengalihan konsentrasi saya yang tengah meradang. pula pada masa saya meredupkan pijaran, saat itu pula sang kanan hadir dengan pelitanya walau lebih jamak berdiam diri, namun ia ada di sana.

biar saya cari lagi sang kanan tanpa batas jenuh, karena jiwa ini sungguh hambar sepeninggalnya. atau setidaknya biarkan saya terus mencari, setidaknya itu yang membuat saya tetap hidup.

Tuesday, May 11, 2010

senja

aku tidak ingin membagimu dengan siapapun, siapapun itu, entah manusia lain atau pekerjaanmu atau bahkan seluruh kegemaranmu di waktu lalu dan yang sampai dengan kini. aku menutup mata dan telinga atas nilai kewajaran, sungguhpun hanya untuk sesaat dengan kamu. bahkan terlintas untuk menunda segenap kewajibanku pada duniaku yang lain dan lagi-lagi hanya untuk menikmati tiap senja denganmu. bahkan ketika sang senja telah amat lelah untuk tetap berpendar menghabiskan detik berlama-lama bertengger di batas horisontal bumi, aku paksakan untuk menyita waktu sedikit lebih lama dari hari yang lalu.

aku bersembunyi di balik kemelut, aku terdampar dalam lautan kesangsian dan aku biarkan kesemuanya mengapung tanpa dasar. sebab ketika seluruhnya menjadi tersangkut paut dengan kamu, berakhir pulalah segenap kesangsianku pada akan datangnya sang senja yang akan menemani aku dan kamu dengan kesempurnaannya.

sempurna seperti yang aku rasa tiap kali aku menelursuri kisahmu, menjejaki tapak-tapakmu, kesempurnaan yang sungguh aku cari dalam setiap manusia yang aku temui. sempat aku patahkan pencarianku dengan meyakinkan diri bahwa kesempurnaan itu hanya ada pada malaikat dan tidak pada manusia. dalam kerabunan akan pencarianku itu ditunjukanNyalah aku dengan kamu, bahwa pencarianku akan kesempurnaanNya sungguh nyata pada kamu. maka jangan pernah pinta aku untuk membagi kamu dengan siapapun, dengan apapun dan kapanpun! kali ini sungguh tiada negosiasi atas kamu.

namun senja kali ini sedikit berbeda untuk aku, sendiri saja aku pandangi sang senja yang merana pada batas cakrawala itu, senja ini terus berulang untuk aku... sementara mereka terus menggunjingkan kamu yang terus meratapi tiap senja di atas pusaraku.

perjanjian

kamu dimana? aku hanya ingin bersama detik ini. janji aku tidak akan merengek, janji aku tidak akan mengeluh dan janji aku pasti hanya akan diam memandangi tiap guratan wajahmu. bahkan aku berani janji tidak akan menyentuhmu sedikitpun, karena aku hanya ingin kamu ada di sini, tepat dihadapanku. temani aku kali ini, karena entah mengapa segalanya terlihat begitu berat. lebih berat karena aku mendramatisasinya, ya itu yang akan kamu tudingkan padaku, tapi tak apa, aku tak akan berkelit atau membantah atau mencari pembenaran. ujarkan semuanya kepadaku asal kamu ada di sini, dihadapku. walau aku tahu disisimu juga mengalami beban yang sama, lebih berat mungkin, tapi mohon berikan dispensasi dan toleransi untuk malam ini, asumsikan bebanku lebih banyak daripadamu kali ini. biarkan egoismeku mengambang mengawang di sini merasuki setiap pori-pori kita, menjalar dalam darah dan mengokupasi jantung dan pusat-pusat syaraf.

aku janji hanya untuk malam ini, sungguh aku berjanji pada langit dan bumi yang bukan milikku. aku janji tidak akan menyentuhmu, tidak akan merengek dan mengaduh, aku janji apapun itu asal kamu ada di sini, janji!

peliknya preparasi

"hai, kemana kita?" tanya saya padanya sesaat setelah menyamankan duduk saya di sebelahnya yang sedang membagi konsentrasi antara pertanyaan saya dan riuhnya jalan raya siang itu. "gereja paroki, abis itu kasih form ini ke gereja blok Q, hmm.. tapi ragu juga si gw, apa harus ke wacana bhakti ya?". detik itu saya pandanginya lekat-lekat, sepintas terlihat wajar, tapi saya yakin ada yang kurang, ada yang luar biasa. nah! betul kan.. "abis nangis lo ye?" reaksinya tenang menjawab celetuk saya, hal kecil katanya, hanya ingin sang kekasih ada bersamanya semalam, hanya untuk menemani bahkan tak keberatan jika hanya berdiam. namun kekasih tidak hadir, pekerjaannya tidak dapat dijadikan prioritas kedua kali ini, "untuk masa depan kita juga kan" ujarnya mencontohkan kepada saya.

sampai tiga jam berlalu semuanya berjalan dengan baik, cukup baik untuk hari ini. sampai kami bertemu dengan seorang wanita muda yang menjelaskan banyak hal tentang ini...

"rencana nikahya kapan, mba?"
"akan di paroki mba atau di paroki pacarnya?"
"ohh.. kristen atau islam, mba?"
"wah, masih lebih gampang kok... itu termasuk beda gereja, bukan beda agama"
"harus ada sertifikat hasil kursus, mba"
"kanonik mba namanya, tergantung waktu pastornya bisa atau gak"
"tapi dispensasi tuh lama loh, mba, dari uskup soalnya"
"terakhir baru pengumuman di paroki mba, 3 kali, mba, artinya 3 minggu"

"aduh, lama juga ya... bisa 3 bulan lagi ini mah" ujar saya padanya ketika kami kembali duduk menghadapi jakarta diguyur hujan. ketakutan saya bukan pada perutnya yang akan terlihat membesar saat upacara, namun lebih kepada kelelahan yang menjadi berlipat ganda ketika upacara ini dilakukan saat perutnya benar membesar...