Sunday, February 5, 2012

meranggas

Lagi, aku terbangun dan terdiam. Mengerejap sesekali mengumpulkan kesadaran. Dalam gamang antara fana dan mimpi, bergidik ketika potongan khayal yang singgah dalam tidur tadi kembali terkuak. Tergesa mengalihkannya pada nyata, sayangnya aku masih ada di ruang yang sama. Pedihnya bahwa bahkan hari belum berganti, belum pula bersua gelap. Matari masih tinggi meskipun telah condong ke ufuk.

Aku melirik jam pada dinding, 15.00. Lambat sekali hari ini, benar jam itu kah? Atau habis sudah energi dari baterai ciptaan manusia? Ah, hanya berharap.. Sementara otak kiri melaju, dalam ragu menanti keajaiban kecil pada hari lalu. Mengintip kemungkinan yang sempat terlintas, untuk kemudian mengurungkannya dalam senyap.

Hela napas ini kian memberat, semacam terhimpit dinding dan atap kamar, menyempitkan ruang gerak. Kerusuhan isi kepala ini kiat sengit, melompat-lompat tanpa arah pada kungkungan selaput otak. Sepanjang keakuanku lalu, hentakan dan hardikan yang meledak-ledak merupakan hasil optimal atas keadaan ini. Mencari korban atas nama peperangan emosi yang tak terbendung. Atau setidak-tidaknya rupanya akan seperti rengekan, gangguan tanpa batas akhir. Sepertinya kali ini sebuah pengecualian.

Seluruh energi kemarahan dan gangguanku terserap sesuatu. Bahkan amarah ini seperti kehabisan asanya, meredup tanpa gugup. Tanyaku kemudian: Seperih inikah yang pohon jati lakukan nyaris sepanjang tahun ketika kerinduan akan penghujan menguasainya? Meranggaskah aku akan kamu?