Tuesday, September 27, 2011

labirin

biarkan aku menyeruput segumpal karbon dioksida dari sudut ini. sungguh aku lelah berputar pada pusaran labirin yang pekat, tak berujung dan tak berpangkal.salahkan aku yang memutuskan untuk menapakinya, terkungkung di dalamnya dengan sejuta keingintahuanku tentang keberadaannya. ya, saat itu aku putuskan untuk menapaki labirin ini dan akan aku sesapi seluruh pelik dan peluknya.

sungguh aku tidak menyerah padanya, aku hanya ingin terpojok di sini, terpuruk dalam sudut kengeriannya. menikmatinya... menatapi dan meratapinya dalam siang dan malam. labirin ini penuh dengan dinding yang sama dan tak pernah berubah, ruang yang sama penuh liku, sungguh sudah aku lafalkan keseluruhannya. kini aku menerawang menyapa bintang pada malam, berharap tetap ditemani meski berjarak sejauh itu, yah.. setidaknya aku tidak sendirian.

bahkan keingintahuanku sampai saat ini belum terjawab, sungguh jejak langkahku dalam labirin ini tak kunjung usai. hanya perasaan yang terbangun, di suatu masa serasa ruang yang ini belum aku jelajahi, walau pada detik berikutnya aku yakin bahwa sungguh jejak langkahku masih tertoreh pada dasar ruang ini. membingungkan. mengesalkan.

kini aku marah pada jiwa ini. marah pada labirin yang tak berkesudahan ini. andai sebuah tangisan dapat menyelesaikan segalanya.. andai bintang itu dapat menunjukkan akhir dari labirin ini.. andai aku temukan jawabannya di sudut sana tepat setelah jalan menikung di depanku.. andai.. andai.. lagi-lagi hanya sebatas pengandaian.

pengulangan yang sama, candu yang sama. labirin ini jelas menyihirku dengan pesonanya. memabukkan.

Thursday, September 22, 2011

membiru

dalam kecamuk kelam dan kisruhnya ruang fana aku terjerembab dalam segenggam ketenangan. ketika duniaku dipenuhi roda waktu yang berpacu dalam liku, menukik tajam dalam pembuluh siang dan menggelayut hebat dalam gelapnya malam, ternyata tanpa sadarku ada sejumput keriaan yang tak terujarkan. ia tak semewah secangkir kopi, tak sesemarak taburan bintang pada langit, hanya sebuah petaka biru dalam padatnya detik yang melaju, terselip manis dalam sebuah percakapan. meronakan sebutir senyum dalam peliknya rutinitas, sungguh hanya untuk berbagi dan bernyanyi.

kisahnya mengadiksiku tanpa sebab, dendamnya menyayatkan arti persahabatan, keduanya terproyeksi sebagai sebuah kekaguman untuknya. pengetahuannya akan kesalahan dan keangkuhan mengetarkan sisi kemanusiaaku. membangkitkan emosi tanpa erosi, membuatku lekas-lekas mengerenyitkan dahi dan membakar batang berikutnya dari kotak hijau-hitam. mendebatnya dengan singit dengan segala pengetahuan hidupku, menegaskan kelugasan yang 'ku miliki tanpa cadar yang harus 'ku kenakan.

atas kerumitan argumentasi, lagi-lagi dirinya berjaya akan aku. mengemasnya dalam tawa yang adiktif, sungguh sebuah kekalahan yang aku alami berulang kali yang dengan cerdasnya dikemas tanpa kesenjangan. serupa rajaman nikotin yang berharu-biru dalam ikatan-ikatan hemoglobin, menyesakkan dan mencanduinya dalam satu satuan waktu yang sama.

dengar.. jangan mengurangi jarak yang ada, tetaplah pada lingkupmu dan aku akan bertahan dalam rentang ini. sungguh jangan mendekat, jangan biarkan aku tercekat pada pesonamu dan acuhkan saja aku dalam kebiruanku ini. setidaknya ini upaya terakhirku untuk menyusun kembali tingkap-tingkap keselamatan hatiku yang lama rapuh.

Monday, September 19, 2011

waktuku

kemana sang waktu? pergi kemana ia? sirna kemana ia? sibuk aku mencarinya, namun hilang saja dia tanpa jejak, tanpa asap. ujarnya ia akan menetap, berdiam ramah dalam selubung yang tersirat dalam degup darah dan hela napas. lalu aku mencarinya... mencarinya dan terus mencarinya... menyibakkan tabir kenisah dalam gelisah, tanpa sejumput pesan, ia lenyap tanpa sebab.

kilaunya masih terasa sampai lubuk mata, kecapnya masih tertinggal dalam rupa bisikan lirih, sulit terlupakan, sulit terungkapkan. dan aku berkutat disini tanpa gerak meski dalam senyap. menantinya tanpa aturan, merenungkannya dengan melawan hukum. dimana gerangan dirinya?

geram ini jatuh luluh dalam tatap matanya. bayangankah? fatamorganakah? benarkah sang waktu yang sibuk itu bersemayam dalam kilat matanya. saat ia memicing, jelas aku temukan sang waktuku dalam rupa sinisnya. benarkah ini akhir pencarianku? dalam bentuk yang berbedakah kali ini dirimu bernaung, hai sang waktu? berikan sedikit saja tanda. bersitkan sedikit saja kata, yakinkan aku kali ini... sungguh lelah jiwa ini menemukanmu.

dimana kamu sang waktuku? jangan permainkan aku lagi kali ini. terlampau rutin aku gagal, hingga bersua sang nadir. deru luka lama belum juga pulih darimu, maka rendah hatilah kali ini padaku. biarkan aku bersandar sejenak dalam kamu, tanpa harap, tanpa janji-janji belaka.