Saturday, December 25, 2010

benteng penjaga

Maaf bila aku tak memperhatikan sekitar, sungguh aku sedang sangat sibuk membongkar batu-batu penyusun benteng hati. Hanya aku yang dapat memasuki benteng itu dan tiada orang lain yang dapat menjejalkan diri kedalamnya. Aku membangunnya dengan kesungguhan tanpa batas. Meletakan hatiku satu-satunya didalamnya, memastikan bahwa tiada manusia lain dapat melukainya.

Saat itu aku menyusun batu-batu besar yang tahan akan perubahan cuaca, iklim bahkan waktu. Membiarkan benteng itu tak berpintu, tak berjendela bahkan tanpa ventilasi. Mendirikannya seorang diri sembari dilingkupi peluh, keluh dan rapuh. Setelahnya sang benteng tegak berdiri pada detik itu juga aku letakkan sang hati yang telah meranggas di rongga dadaku, meletakkannya tepat di pusat benteng dan kemudian aku tinggalkan ia berdiam di sana.

Kini aku kembali kedalamnya, membongkar susunan batu penjaga untuk membiarkan hati ini kembali berasa. Keyakinan akan rasa yang tak mampu dijabarkan, diikuti keyakinan terhadap rasa takut akan terjangkit luka yang sama, atau bahkan lebih perih dari yang sudah-sudah.

Namun kali ini, tetap saja aku beranikan jiwa untuk membongkar benteng itu dan memasang sang hati kembali pada rongga dada, mengutuhkan wujudku sebagai manusia. Batu-batu penyusun aku letakkan dengan bersahaja di sekitar bekas bentukan bentengku. Hanya untuk membumbung kepercayaanku bahwa bila hati itu kembali terluka, batu-batu penyusun benteng itu telah siap untuk kembali disusun, tanpa aku harus bersusah payah mencarinya ke penjuru planet bumi lagi seperti hari lalu.

Sang hati sungguh telah terjaga pada rongga dada, dengan lapang akan merasa, dengan kesadaran penuh akan tertawa. Sedang benteng itu.. Benteng itu akan aku dirikan kembali suatu saat nanti.. Dengan hatiku yang kembali termenung didalamnya, lengkap dengan hatimu yang terus menjaganya.



Inspired by you! Yeapp,, you again.

Tuesday, December 14, 2010

puzzled by puzzle


jangan tanyakan padaku apa yang terjadi, mengapa aku begitu fluktuatif? sungguh aku sedang menyusun rangkaian puzzle yang menerpaku. limbung dan hanya bergelayut pada melodi tiap sisi biji-biji puzzle yang satu dengan sejenis lainnya. meraba warna-warna seirama yang aku sejajarkan dengan bagian puzzle berikutnya dan yang aku percaya benar adalah rangkaiannya. menelusuri guratan keping satu sama lain dengan kembali meyakinkan diri bahwa mereka adalah satu rangkaian gambar yang tak terpetakan dalam benakku sendiri.

kepingan ini hanya terserak saja dihadapku, tiba-tiba terhadirkan entah dari mana muasalnya. mengalihkan batas sunyiku akan masa kekinian yang sedang aku selami baik seluk nestapa pun sipu tawanya. menyibukkan aku pada dirinya yang tiada satupun mampu aku terjemahkan dengan kumpulan kosa kata duniawi.

kembali aku luluhkan segenap hati dan peluh, pula akselerasi optimal sang logika dan keluh pada butiran-butiran puzzle yang berarak tepat di kedua bilah telapakku. sesekali menengadahkan kepala kepada sang esa dan kemudian memekik tanpa suara seakan memohon sedikit petunjuk dan banyak mujizat atas rumitnya kepingan puzzle ini. menghanyutkan diri dengan segenap kesadaran penuh untuk kembali berkutat dengannya.. satu dua kali melelehkan air yang bersarang pada kantung mata ini, seakan tingkap perangkaian ini adalah sekam yang sanggup menghilangkan seluruh harap dan menghempasnya pada keputusasaan nelangsa.

apakah aku mampu menyusun biji-biji puzzle ini kembali mengutuh? membentuknya dengan keagungan dalam kecanggungan.. meninggikan kasta-kasta kesabaran nurani untuk kemudian bersandar pada keindahannya.

bahkan sungguhpun masa ini aku membiru.. terperanjat oleh sebab serbuan keping-keping yang merambatkan keutuhan dirinya yang nyata-nyata kian simetris dengan aku!



*inspired by many faces of you, yup.. you!
_pic taken from google and so sorry for the title, i cant find the catchy one in Bahasa_

Friday, December 10, 2010

tidak!

aku harus dapat mengatakan tidak untukmu. tidak untuk segala sesuatu yang terkait dengan aku. tidak untuk sekelumit perintahmu. tidak untuk keibaanku atas permohonanmu. tidak untuk keseharian dalam relung pesonamu. tidak dan hanya tidak.

menidakkan kamu, melawanmu, sungguh tak ubahnya melawan semesta kenyamanan untuk aku, tepat dimana aku terlalu tertarik pada adhesimu.. aku terhenti dalam asa dimana keseluruhan kesenjangan terperikan oleh pemikiranmu dan kembali terkikis oleh hangatnya pijar matamu. dan aku serupa badai gurun di gugusan utara benua hitam yang meluluhlantakkan kehidupan kota dengan pasir nan jumawa.. namun kemudian terhempaskan dalam satuan kilatan mata terhanyut oleh angin laut sang cendekiawan. dan aku tak kuasa melawan, tak kuasa terus sembunyi dalam angkuhnya benteng hati yang tiada terpacu waktu.

kamu menghentikan rotasi duniaku. terhenti dan tak sanggup kembali berputar.. terhisap dalam pusaran kekaguman akan kamu. menelusuri gemerlap buah-buah pikir yang mempesonaku, menyilaukan hatiku yang sungguh terkesima akan kesempurnaan dalam ketidaksempurnaanmu.

aku harus mulai meninggikan sang aku kembali. menghardikmu dengan tidak.. menolakmu dengan serta merta pada setiap permohonanmu.. menunduk sedalam burung unta yang bersembunyi pada tumpukan pasir atau bahkan mengalihkan pandangan mata dari teduhnya tatapanmu.. pun jika perlu akan aku tulikan telinga hingga dekap suaramu tak dapat menyentuhku..

kesemuanya hanya untuk melawan semesta hati. kesemuanya itu hanya untuk menyelamatkan diriku akan kengerian terhadapmu.. sungguh kamu terlalu sempurna. kamu, khayal yang sangat nyata..

dan maaf, tetapi untaian-untaian tidak ini linier dengan tiap butiran hati yang aku percayakan kepada kamu.. tanpa sepengetahuanmu, pula persetujuanmu.. maaf.



inspired by.. you!

Thursday, December 9, 2010

terasing

selamatkan aku dalam kekakuan ini. hempaskan aku pada semburat pelangi yang menipis ketika matari kembali meredup.. jejalkan aku pada maraknya perayaan revolusi terselip anarkisme atas nama kerakyatan atau setidaknya hujani aku dengan seruan-seruan meriam pada upacara pemakaman.. biarkan aku mencecap nelangsa dimanapun selama tidak di ruang ini.. diamnya menusuk hingga perikatan persendian.. dingin,, hampa.

ia tak serupa itu pada hari lalu, sungguh.. aku mengenalnya dengan sangat di waktu kemarin. kini aku menghadapinya sepanjang detik namun seasing manusia baru yang bertengger di sudut kebangsawanannya. mengerikan..

kami bersama karena pengabdian, kami bersama karena persamaan nasib.. serupa manusia-manusia pembentuk bangsa yang berjuang dalam peperangan mempertahankan wilayah yang terjajah oleh kaum kolonial, ya.. kami bersama saat itu. jangan tanya untuk satuan waktu kini, kami tak ayal serupa dua orang asing dalam kendaraan penghantar ke neraka. diam,, terdiam.

bila aku diperijinkan melakukan sesuatu, aku hanya ingin menghardiknya dengan keseluruahan energi yang ku miliki.. memekikkan hamparan kata penjelasan akan sebuah perjuangan mengenai pengabdian. aku terlunta pada hari lalu.. terombang-ambing dalam pengabdian ini, namun aku tiada tak berjuang melawan sang nasib. dan maaf, sedangkan kamu.. terbahak saja pada keagunganmu itu, lupa bahwa kita sama terlunta. bergeming dalam jubah kemeriahan yang menyilaukan mataku, kesenanganmu menyesakkanku, mengusik relung dengkiku tiada terkira.

saat ini, jangan tunjuk aku telah meninggalkanmu.. lihat kembali ke belakang, tanggalkan kesombonganmu sejenak.. lepaskan tahta keangkuhanmu yang kamu genggam seerat kohesi raksa. koyakkan kemalasanmu dan bangkit dari keterpurukanmu.. jangan salahkan aku dalam diammu..

kamu tahu, diammu atasku adalah kesia-siaan!


*inspired by the awkwardness between me and officemate next to me

Wednesday, December 8, 2010

jalang




pekikan "jalang" semalam terus saja terngiang hebat dalam bawah sadarku. terlampir kuat pada rongga telinga dan kembali menghitamkan hati yang telah aku warnai dengan gemerlap kisah dan kasih. aku jalang ujarmu, jalang oleh sebab pengetahuanku akan pekatnya dunia, akan kusamnya masa lalu yang telah aku lontarkan. jalang.. aku jalang untukmu?

jabarkan jalang itu padaku, definisikan dengan rinci, dengan sangat terperinci serupa aku tidak pernah mendengar dan mengerti kata itu. jalangkah aku jika masa itu aku hanya ingin menikmati kenestapaan? jalangkah jika hanya bersama sekelumit teman aku berbagi selimut malam dalam tangis dan kesah? jalangkah aku bila kutorehkan tinta duniawi pada karya agung Tuhan yang dipercayakan padaku semata untuk mengingatkan aku akan getirnya perpisahan dalam keluarga?

hadir dihadapku dan teriakan jalang lagi! tunjukan kejalanganku hari ini, saat ini! mana mukamu, mana suaramu?!! pekikan jalang lagi padaku!! tunjukan durjana itu atas dasar hari ini.. bukan kemarin, bukan masa lalu! sebut aku binatang, sebut aku liar, juluki aku dalam kata apapun yang pernah hadir di muka bumi ini yang terendah dari seluruh golongan kosa kata!

aku berdiri di sini tanpa perisai tanpa tameng, aku telah menduduki otoritamu, mana wajahmu! hina aku detik ini.. jeritkan jalang lagi padaku.. umpatkan, pekikkan dalam histeriamu. lakukan dan jangan sembunyi!

kelamnya masa laluku yang terus kamu gugat, yang terus kamu usik tanpa alas hak, yang melegalisasikan kamu untuk menjuluki aku jalang.. kamu dengar sekarang! masa laluku sepekat langit malam tanpa bintang yang diliputi gerhana bulan. masa laluku tak ubahnya kanvas legam berlukiskan kegetiran milik seorang pesakitan. itu hari laluku.. hari lalu yang menyusun kilauku hari ini, hari lalu yang memantulkan gemerlapku hari ini, hari lalu pendukung gilang-gemilangnya aku hari ini, dan hari lalu pula yang mencerahkan seluk jiwaku sehingga tercitra dalam tiap helai senyum dan syukur atas keakuanku hari ini.

dan kamu sebut aku jalang? hah! pergi dari sudut keagunganmu dan bawa serta dengkimu akan masa lalu.. kejayaanmu tak kurang jalang dari aku! kamu.. luar biasa menyedihkan.


i thank you, pee for the inspiration.
*pic taken from google

Friday, December 3, 2010

5 inci

tinggalkan saja dia, untuk apa kamu termangu di sudut itu larut-larut. berjibaku dengan kesedihan dalam butiran air mata yang mengalir tanpa kendali menjelajahi pipi dan kemudian terjauh ke tanah, menambahkan jumlah polusi air di muka dunia. kelumit apa kali ini yang membebankanmu untuk beranjak? sangatlah aku mengerti bahwa hati yang terkait memiliki yurisdiksi tersendiri, otak dan logika tak mampu mengokupasi yurisdiksi sang hati. berat memang, tak 'ku pungkiri hal itu sebab aku pernah tinggal pula di sudut yang sama dalam perkara yang berbeda.

berdirilah, melangkahlah 5 inci dari sudutmu bergeming itu.. tumpahkan segala amarahmu dalam lautan kenegatifan atas dirinya, berpikir buruklah, menghentaklah sesuai kamu ingin, jika itu dapat mengembalikan kejayaanmu atas nama harga diri! lakukan apa apapun asal kamu dapat beranjak 5 inci dari keterpurukanmu. jangan berlari.. sebab pelarianmu akan menjadi sia-sia, sudut itu akan menarikmu kembali dengan grafitasinya yang luar biasa dashyat. beranjaklah 5 inci saja.. hanya 5 inci dan percayalah jarak itu akan menyelamatkanmu, grafitasinya tak akan mampu mencengkram keberadaanmu dalam 5 inci!

lupakan kesedihanmu, umpatkan cacimu, lupakan sakitmu, umpatkan sadisnya, lupakan pengorbananmu, umpatkan pesonanya. kamu jauh lebih hebat untuk terjatuh saat ini dalam kelumit ini, seharusnya perkara lain yang lebih besar dari ini yang boleh membuatmu terpuruk dan bukan perkara semudah ini. jiwamu tak serapuh itu untuk digugat olehnya!

kembali ke sini! 5 inci dari situ.. aku telah merentangkan tangan untuk mendekapmu sejak hari-hari yang lalu, sahabatku.



inspired by cici and her lovelife.
i thank you.


*pic taken by me

Thursday, December 2, 2010

penyangkalan

tolong sedikit bergeser dari tempatmu berada sekarang, sedikit saja jika kamu berkenan.. kedekatanmu terhadapku kadang menyesakkan aku. menyilaukan kedua bilah mata ini sebab mimpi-mimpi absurb dalam diriku terpetakan padamu. khayalan luar biasa yang selalu jadi wacana antara aku dengan mereka seketika sangat nyata ketika bersamamu. pertanyaan-pertanyaan tak berguna yang aku lontarkan, yang tak pernah digubris oleh mereka, tiba-tiba terjawab dan kamu mengejewantahkannya serupa susunan batu-batu besar membentuk cheops.

untuk kesekian kalinya aku kembali menyangkal dalam pekatnya hati, aku nyatakan bahwa aku tidak jatuh cinta terhadapmu. tidak sama sekali!

aku doktrinkan berulang sampai alam bawah sadar, meyakinkan jiwa akan rasa takut kehilangan harga diri yang lama aku bumbung. mengakui kesempurnaan akan kamu, tidak akan mengakibatkan aku menjadi lebih dari saat ini. namun jangan tanya mengapa mata ini selalu berpendar jika bersinggungan dengan mata milikmu. jangan terkejut jika sudut bibir ini selalu tersungging dalam percakapan kita. bahkan janganlah tersipu jika kamu mendapati rentetan huruf dariku ketika kamu belum terlihat disudutmu... entah mengapa keberadaanmu dalam segala wujudnya tiada menjemukanku. pertidaksamaan dalam persamaan benak kamu terhadap aku menyingsikan teori-teori alam pada umumnya.

kepemilikanmu akan semesta pengetahuan berjaya meluluhkan kesombongan diriku terhadap ilmu yang 'ku agungkan tiada tara. serapan-serapan empiris yang tak terbantahkan oleh manusia manapun dalam lingkaran kehidupanku disudutkan begitu saja olehmu. lagi-lagi kamu membuatku kembali berpikir dan berbincang.. kembali membenamkan keseluruhan benakku dalam kekaguman akan tingkap-tingkap pendapatmu yang tak-berkesudahan.

dengan kesadaran sempurnakah kamu lakukan ini atas aku? sesadar itukah, bahwa kesegala pemikiran, tindak dan perilakumu dapat mencengkram hebat hatiku tanpa ampun? hey kamu, sadarkah akan itu?!!

sungguh aku tidak jatuh cinta terhadapmu! tidak sama sekali!!

Wednesday, December 1, 2010

lukanya lukaku


terima kasih telah mengakhirinya dengan baik.. sungguh sakit yang menyenangkan, tiada lagi kata terucap dari mata yang biasa bicara. pergi saja ia dari sudut kesetiaannya yang biasa dikunjunginya. lelah mungkin setelah sekian lamanya setia, bosan mungkin menjadi manusia yang tak pernah dipercaya bahwa dirinya setia. keteguhan hatinya kali ini tidak dapat dinegosiasikan lagi. apa yang telah diputuskan akan tetap seperti itu. ia benamkan dirinya untuk tidak melihat kepedihan yang tertinggal di sudut hatinya. ia tepis segala rasa iba dan sayang yang biasanya ada. bahkan ia terus berjalan tanpa sedetikpun menoleh kepada rasa yang tertinggal. ia pergi menyelamatkan hidupnya yang terluka. luka yang sama seperti yang aku rasa..

ya, ia pergi meninggalkan aku.


*pic taken from google

Friday, October 15, 2010

platonis

aku memandanginya dari kejauhan, sepintas demi sepintas namun sampai jua pada tahap memperhatikan. mungkin ia tak secemerlang kunang-kunang yang bertebaran ditepian danau dengan cantiknya, tidak pula semenawan butiran rintik hujan yang 'ku tatapi di bawah temaram lampu jalan pada malam hari. tidak seindah warna-warni sambaran kilat pada cakrawala yang sebentar lagi menangis, tidak pula segemilang embun yang berdecak pada hilir daun. sungguh ia hanya sesederhana kepulan asap yang keluar dari hidung dan mulut konsumennya.

sayangnya, kepulan asap yang sederhana itu larut dalam rongga tenggorok yang melaju terus pada trakea menyusuri bronchi dan menjelajahi alveoli tanpa ampun, meleburkan dirinya pada hemoglobin --ah! sialnya hemoglobin ini lebih terpikat pada kandungan nikotin daripada kesenangan murni sang oksigen pada umumnya-- ya, dan ia merasuki setiap jengkal organ tubuhku dari dalam, menyerangku tanpa kendali dan merasuki segenap jiwaku. keberadaannya yang sederhana menjadi candu yang tak terpisahkan dari darahku... memikatku dengan sangat bila 'ku konsumsi dalam jumlah berlebihan dan menghisap keseluruhan ragaku bila 'ku hentikan pemakaian atasnya. mencanduiku dengan pikat yang terlampir padanya bahkan tanpa ia ketahui.

ia menghidupkan aku kembali pada dunia imajiner. memenuhi tiap sudut kosong pada ruang khayalku dengan hasil pindaian mata tiap kali bersua dengan binarnya yang mengagumkan. menyeruakan sudut kusam dengan tawa yang identik tanpa gugatan, bahkan semerbaknya sama dengan aromaku. ia melengkapi kesunyian dengan diam beralaskan buah-buah pikir yang tak berkesudahan yang termaktub dalam tutur ucapnya, jelas terlihat luas pengetahuannya yang menghardik idealismeku. bahkan lantunan nada tak berirama pula yang didendangkannya dapat menghipnotisku pada sebuah takjub.

aku biarkan ia disana, bertahta pada jiwanya, menapaki langkah hidupnya dan aku terhenti disini untuk meratapi keindahannya tiada tara. ia utopis.. ia platonis.. padahal ia nyata tepat disampingku setiap waktu. ironis...

Thursday, October 14, 2010

tentang kamu

aku memilih terjangkit amnesia tentang kamu. pilihan yang bijak walau tak bajik untuk semesta, ya! apa peduliku tentang semesta?! aku hanya peduli akan aku masa ini, maka itu aku menjadi amnesia.

keseluruhan tentangmu tak ubahnya kubangan hitam tempat kerbau melumpur, atau serupa legamnya kantung mata yang lelah setelah mata ini dipaksakan terus terjaga. keberadaanmu pada waktu lalu adalah kesalahan, meski kesalahan itu selayaknya aku emban sebab tanpanya aku tidak akan pernah mengerti soal kebenaran. singkirkan sejenak tentang pemikiran positif atas kamu, kini aku merangkum kenegatifanmu atasku. sepantasnya seperti itu untuk kesehatanku!

sudah aku hapus keberadaanmu pada sudut mataku tiap kali bayanganmu jatuh padaku. bahkan aku pasangkan tirai pembuta mata ketika kamu ada tepat dihadapku. akan tidak sia-sia usahaku, sebab aromamu sudah tak mengesankan seperti hari yang lalu, pudar.. sudah pudar. kesimaku akan tingginya kamu tak sebanyak kemarin dan akan terus menipis ketika aku bersua dengan sang lusa.

kamu eros, bukan platonis! tak heran bila mudah terkikis.

Thursday, October 7, 2010

hey God,

could you answer me, when this will come to an end? i know it won't vanish just the way it is.. something shall be happened and the sweet disposition is supposed to be.. either me or him who will dead first.

should be him first so i won't worry 'bout mom!

many thanks God.

Bung Karno dan Jakartaraya

kamu tahu bahwa bumi sedang marah? kamu sadarkah melihat bahwa semesta sedang berada pada puncak emosi tertingginya? kamu acuhkah akan langit yang enggan bercerita pada kita? melipat wajahnya menjadi seribu, memerahkan matanya, mengerutkan keningnya dan menyiniskan tatapannya pada kita?

bung karno pernah menyuarakan buah pikirnya pada sebuah buku, buku arsitektur lebih tepatnya, beliau bangun monumen nasional dengan maksud akan menjadi batas tertinggi mencapai cakrawala jakartaraya. bagian tertinggi pada ibukota ini dan sebuah pelarangan akan bangunan lain di kemudian hari. tiada satupun diperbolehkan untuk melampaui monumen nasional yang ditempatkan di pusat kota ini. pelarangan ini sungguh bukan tanpa alasan, penjabaran berikutanya lebih kepada perkara struktur tanah jakarta. tulisnya, jika dianalogikan maka tanah jakarta ini tak ubahnya dari batu apung, berlubang disana-sini. sehingga menurut ilmu pengetahuannya dimana apabila bangunan dibuat menjadi pencakar langit, maka dibutuhkan pondasi yang lebih dalam merengkuh tanah, dimana ketinggian bangunan dan kedalamannya berbanding lurus.

struktur tanah jakarta yang berlubang-lubang ini, tanpa ditanamkan gedung-gedung pencakar langit nantinya juga akan menjadi amblas oleh sebab jumlah air tanah yang akan habis dikonsumsi oleh penduduknya. selain itu intrusi air laut juga memperparah turunnya tanah di jakarta, jadi bila ditambah dengan para pencakar langit?

kesempurnaan ini sudah berasa saat ini. air tanah yang menipis di bagian barat dan utara sampai sebagian pusat yang tidak lagi menikmati air tanah. runtuhnya jalan raya akibat tanah yang amblas ditambah hujan yang tak berkesudahan melengkapi kejayaan jakarta. lalu, dapat apakah kita? merenung, menyesal?

mungkin bung karno terlalu pelit terhadap penerusnya sehingga beliau tidak memberitahukan tujuan dibangunnya monumen nasional itu kepada diktartor suharto. atau sebenarnya sudah diberitakan namun tak diindahkan oleh suharto? atau secara makro, manusia jakarta ini yang memang tidak suka membaca.. membaca sang semesta, setidaknya.

Friday, September 24, 2010

sejenak

"kamu dimana? bisa gak kita ketemu? sebentar aja gak papa kok..."

pertanyaan itu serasa seringkali aku lontarkan kepadanya. meskipun aku sungguh mengetahui jawabnya sebelum aku bertanya, tetapi entah mengapa harus aku pertanyakan kembali kepadanya. mungkin bagian dari diriku yang hanya ingin bertanya atau lebih kepada hati kecil ini yang tak kuasa menahan sang nyata bahwa aku mulai merasa kehilangan dirinya.

bukan karena pihak ketiga mungkin, namun memang selalu ada pihak ketiga karena aku bukan satu-satunya bagi dia, aku juga bukan prioritas utama sebab pada dasarnya skala prioritas selalu berubah pada tempat, waktu dan keadaan. tapi apakah sesulit itu untuk meluangkan sejumput harinya dengan aku? sungguh aku membutuhkannya kali ini, akan aku tunggu hingga malam menjadi larut atau bahkan sampai subuh menjemput, akan aku lakukan kesemuanya itu, sungguh.

perkaraku kali ini tidak serumit sebelumnya, aku hanya ingin berbagi kisah yang tak berkisah, beroleh peluh dari keluh, menyisipkan tawa pada bagian jiwa yang nyaris membeku. aku gamang, terlalu banyak berkutat dengan diri sendiri mencoba menggapai fatamorgana yang tak terengkuh. aku merindu tatapan matanya yang teduh namun terkadang menyesakkan yang berpadu dengan ribuan kosa kata sebagai hasil percakapan tak berkesudahan kami di hari lalu. sungguh bercakap dengannya adalah candu dan aku merana saat ini sebab pengaruh candu itu mulai menipis dari jiwaku.

berikan sedikit untukku, aku tak mampu meranggas, aku tak kuasa bertahan! hadir sejenak 'ku mohon!! berkicaulah akan filsafat kehidupan, bergumulah akan agama dan kepercayaan akan sang semesta, berbisiklah akan eksistensi, berdebatlah akan feminisme, berkisahlah akan mimpi-mimpi utopis. lakukan segalanya asal jangan tinggalkan aku terpuruk di sudut ini. jiwa ini mememinta kehadiran penyeimbangnya agar tidak menjadi kering!!

mohon hampiri aku sejenak dan dekap aku dengan hangatnya sayapmu, sahabat.

Saturday, September 18, 2010

sebuah pilihan

aku telah memilih, ya dengan segenap kesadaran penuh, nalar dan hati besertanya, aku telah memilih. pertimbangan atas pilihanku ini telah genap dan aku tidak akan menoleh ke belakang untuk alasan apapun. tanpa aku sadari selama ini aku telah berjalan pada pilihanku ini. ia ada dan selalu ada dalam keseharianku.

ini tidak sekedar tata cara untuk memuja sang Esa, ini bukan sekedar pergi ke gereja yang berbeda sebab ini lebih kepada sikap dan pencarian hati. kenyamanan ini nyata-nyata telah aku temukan dalam setiap langkahku, sejak aku mengenyam pendidikan sampai dengan masa aku mengais setiap harinya sebagai pekerja. sampai akhirnya aku putuskan untuk memilihmu saat ini, detik ini.

sungguh ini bukan karena perbandingan atau membandingkan. yang lalu baik adanya, sungguh mengembangkan keimananku sesuai dengan keakuanku. kali ini aku kembali dikembangakan dalam rencanaNya, melewati proses panjang untuk bergabung denganmu dalam hierarkimu yang tak berkesudahan. tanpa keluh namun disertai peluh aku jalani kesemua rangkaiannya. dalam setiap tahapnya semain aku diyakinkan akan pilihanku.

tak 'ku pungkiri ia yang mendampingiku juga memegang peran penting akan pilihanku ini. ia yang selalu sabar mendampingiku dalam kemarahanku dalam pekatnya gelapku. aku yang lebih banyak berlogika dan lebih banyak beragumentasi dengan dasar akal pikiran sedangkan ia hidup dalam iman dengan sejuta kesabaran yang tanpa batas. ia yang selalu tersenyum dalam setiap amarahku, ia yang selalu berusaha dalam doa dan berpasrah padaNya dalam setiap usahanya. ia sungguh telah menggugahku untuk lebih dekat padaMu. mungkin ia bukan malaikat, namun aku percaya ia pemilik rusuk yang Engkau titipkan padaku.

kesabaran dan kepercayaannya padaMu menarikku untuk menentukan sikap, menyatukan bahtera yang akan kami bangun bersama di kehidupanku ini. dan kali ini, aku putuskan untuk mengikuti sang nahkoda bijaksana yang telah Engkau hadirkan untukku ini. memujaMu dengan cara yang sedikit berbeda untuk menyamakan pandangan bagi keturunan kami nantinya, membuat mereka memahami satu cara yang sama dengan harapan agar mereka tidak menjadi gamang akan perbedaan di awal hari mereka. semoga rencana kami ini sejalan dengan rencanaMu, Tuhan.

ya, aku telah memilihnya dengan segenap jiwaku, dengan segenap hatiku dan dengan segenap akal pikiranku. aku telah memilihmu, roma katolik.


*as requested by Mutiara Situmorang, hope this represent you, pearl

Friday, September 17, 2010

benturan kepentingan

ada apa dengan pertemanan ini? mengapa seakan terlihat sangat membingungkan untuk saya? seperti tidak dapat menjadi teman sejati, seperti terdapat kepentinga-kepentiangan individual atau kepentingan bersama yang harus diperjuangkan. saya tidak dapat menyimpulkan dengan tegas dan jelas akan prasangka ini, saya hanya dapat menduga dan menduga.

bukankah seharusnya pertemanan hanyalah murni pertemanan, tempat tertawa dan menangis bersama? tempat mengeluh dan mengaduh, tempat berbagi senyum dan celaan satu dengan lainnya? mengapa pertemanan ini begitu rumit? terlalu rumit untuk dipahami, setidaknya untuk saya pahami.

seakan ada unsur perburuhan didalamnya. ada majikan dan pekerja di dalam pertemanan ini. namun jika memang terdapat hubungan perburuhan didalamnya, haruskah mempengaruhi pertemanan itu sendiri? tidak dapatkah bersikap profesional? haruskan tetap menjadi penjilat? atau haruskah sang majikan meminta untuk dilayani dan dijilati? siapa yang benar dan salah kali ini? semuanya sungguh abu-abu bagi saya. terlalu kelabu untuk menyimpulkan mana yang salah dan siapa yang benar. baiknya saya asumsikan saja keduanya benar dan keduanya salah, suka atau tidak suka tidak akan pernah menjadi murni untuk pertemanan semacam ini.

menyedihkan.

Tuesday, September 14, 2010

Desember 2010

"mau dibawa kemana hubungan kita?"

pertanyaan itu harus saya tanyakan kali ini, entah harus dipertanyakan kepada siapa, tetapi harus dimuntahkan dari kepala ini. saya berada di sebuah persimpangan jalan, dimana hidup saya tidak berada pada diri saya sendiri. saya tidak bisa memilih karena memang tidak ada pilihan. saya juga tidak dapat beranjak, karena memang segala sesuatunya ditentukan oleh pihak di luar diri saya.

saya berani menyatakan bahwa kali ini saya berada di zona nyaman saya, dimana sesungguhnya saya tak ingin beranjak. tapi, kembali saya tersudut pada sang tapi, kelanjutan dan keberhentian hidup saya ditentukan oleh orang lain di luar saya. tragis memang, semisal orang yang sedang jatuh cinta yang meluruhkan sepenuhnya hatinya pada sang cinta, walaupun ia tahu bahwa cinta itu tidak akan pernah abadi untuknya.

sayangnya ini tidak serumit perkara hati, ini bukan kelumit perasaan yang mengharuskan saya meranggas untuk tetap bertahan hidup. ini masalah pekerjaan. ini masalah kelangsungan sebuah perusahaan yang memang hanya terdiri dari 7 (tujuh) orang pekerja. dimana 3 (tiga) orang diantaranya adalah petinggi yang siap dipindahtugaskan kemana saja. sedangkan 4 (empat) orang lainnya hanyalah tenaga kontrak. outsourcing, lintah darat ketenagakerjaan.

4 (empat) orang yang adalah saya salah satunya. walaupun menurut saya, sungguh saya jauh lebih beruntung karena belum berkeluarga, sedangkan 3 (tiga) orang lainnya masing-masing sudah beranak 4 (empat), 2 (dua) dan 1 (satu). kami harus bersiap kehilangan pekerjaan di bulan Desember 2010 ini karena kemungkinan besar perusahaan ini akan dilikuidasi. sepanjang pengetahuan saya, tidak ada satu orangpun yang mendukung kelangsungan perusahaan ini. orang-orang sebagai pihak luar itu tidak lebih hanya mencibir dan merajam kami setiap kali diadakan rapat mengenai kami. semisal kami adalah duri dalam daging, sebagai duri kecil yang terus mengusik di dalam perusahaan besar yang akan melaksanakan IPO, yang akan bergerak menjadi besar.

jadi, semoga saya tidak salah jika bertanya "mau dibawa kemana hubungan kita?" sungguh saya buta akan kehidupan saya pada saat bersua dengan bulan Desember 2010. semoga Tuhan punya jawabnya.

amin.

Friday, September 3, 2010

lingkaran karma

Saat ini saya hanya ingin bertanya, kemana perginya nurani jika memiliki hubungan kasih dengan suami orang padahal perempuan itu rajin sekali sholatnya. Terjebak kah? Kebiasaan kah? Meskipun bukan menjadi pembenaran jika perempuan itu tak rajin sholat, sama saja konsepnya, ya menyita waktu laki2 itu dari anak2 dan istrinya. Ironis. Atau karena perbandingan jumlah laki2 dan perempuan adalah 1:4 itu sehingga perempuan rela membagi laki2 dg 4 perempuan lain? Mengapa terkesan takut sndirian? Toh lahir dan mati juga sndirian. Tidak semua bisa dipersalahkan pada perempuan -walaupun entah perempuan itu materialist atau memang pelacur terselubung- laki2 juga ikut andil. Jika ditanya yang benar siapa dan yang salah siapa! Saya jawab, keduanya. Dan bahkan sang istri juga turut andil, dalam benar dan salah, sebab tidak akan sang suami berulah jika tanpa kesalahan dan kebenaran sang istri. Sungguh tragis. Dan jika ditanya siapa yg menanggung derita? Jawabnya hanya 1, anak-anak. Semoga anak2nya kali ini dapat menjadi anak2 yang luar biasa hebat. Semoga dikemudian kelak anak2 itu tidak pula terjebak dalam lingkaran karma sang ayah bunda. Semoga.


I supposed to tag names on this note, but I believe it will be not wise enough..

Saturday, August 21, 2010

pacar kedua

saya terdiam saat itu.. habis akal rasanya memberi saran dan memintanya melihat perkara ini dari sisi lain, setidaknya dari sisi saya. "udah ga aja ne, tapi ga bisa bubar." penegasan kesekian kali ditemani kepulan asap dari mulut dan hidungnya. "lo aja kali takut keilangan penggemar, ambil resikonya skalian putusin aja, jangan malah diduain kayak gini!" nadaku tidak kalah singit kali ini.


......


"terserah deh ya, mao lo duain kek, tigain kek, macam lo brad pitt gituu yaa.. terserah. tapi satu doang yang gw minta.. SATUUU aja, cari perempuan yang lebih pintar, cerdas dan lebih manis dari pacar lo ini. jangan hina pacar lo dengan lo cari perempuan lain yang ga berotak, yang cuma bisa dandan sepanjang hari, yang punya hobi ngeluh dan jaim. karena kalo lo cari pacar kedua lo itu lebih rendah dari pacar lo ini.. itu namanya penghinaan terbesar buat harga diri lo sendiri!". semoga permintaan saya ini setidaknya akan bersarang di kepalanya walau hanya satu kali. "utopis, ne, utopis" jawabnya datar.


posted on fb's note on Thursday, August 19, 2010 at 5:51pm

Monday, August 16, 2010

cerita puasa

Satu hari sebelum puasa,pacar saya datang dan berkata bhw hubungan kami harus selesai,terlalu banyak dosa dan tdk enak dibulan puasa. Saya bertanya, apa bedanya dosa dibulan puasa dan dosa dibulan lainnya? Dia jawab, lebih ga enak dosa dibulan puasa. Pikir saya,sejak kapan ia jadi Tuhan bisa mengukur dosa? karena menurut saya, dosa ya dosa. 10perintah Allah dilanggar ya itu dosa. Soal besar kecil, lebih dosa atau tidak lebih dosa itu wewenang mutlak Tuhan. Mungkin dia tiba-tiba jd Tuhan kalau dibulan puasa, hebat! Kemarin saya datangi tempat kami biasa berdosa, ironisnya saya dapati ia dengan perempuan lain, lbh cantik dan lbh muda tentunya. Saya tersenyum dihadapan mereka, mengucapkan selamat dg hati setengah lega karena ternyata dia bukan Tuhan. Ya, dia masih manusia dengan banyak nafsu.. Dan ternyata bukan krn bulan puasa tp krn manusia lain. Setengah hati saya amini inginnya untuk putus dr saya wkt itu.Tp hari ini saya luar biasa lega krn bukan saya yg dilabrak istrinya.


*you, thx for the inspiration!
fb note Sun, 15082010

Thursday, August 12, 2010

malaikat?

kamu dari surga, ya?
atau kamu malaikat, ya?
janjian ama Tuhan, ya?


lawan jenis saya kali ini sepertinya selalu datang pada kesempatan yang tepat, tidak meleset sedetikpun. pengalihan yang indah dari keguncangan jiwa saya belakangan ini. ketiga pertanyaan yang saya ulang kembali untuk diri sendiri, tiap kali dia hadir dalam segala rupa. saya tidak pernah mengamini bahwa segalanya akan indah tepat pada waktunya, nyaris tidak pernah. sebab hidup ini adalah usaha dan hasil, buruk atau baik.. hidup ini sebab dari akibat dan akibat dari sebab.

sepertinya kali ini Tuhan datang dengan caraNya, membuat saya seolah percaya akan keajaiban, akan pengalihan, atau bahkan tanda-tanda alam yang seharusnya sudah saya pedulikan sejak lama. manusia, ya.. saya hanya manusia.

saya sebenarnya sedang kembali tepekur dalam kubangan perkara duniawi. berusaha bergerak namun makin terhisap kedalamnya. tidak dapat memilih dan hanya mencari pembenaran nyata, pembenaran fana akan tindakan yang tidak dapat sama sekali dibenarkan. saya bukan hanya sedang berada pada titik nol, tetapi sedang berada di sisi kiri sumbu x dan terpuruk di bagian bawah sumbu y. titik terendah yang pernah saya alami dalam satuan nafas, dan saya tetap berada didalamnya, tidak bergerak, tidak berani bergerak.

suatu kali ia datang tanpa sebab, setelah nyaris 365 hari berjarak, datang saja tanpa peringatan. menarik saya bergerak pada koordinat menuju titik nol. namun seperginya ia, kembali saya pada koordinat awal. demikian halnya kali kedua, tidak banyak perubahan posisi. kali ini untuk hitungan ketiga ia hadir, kembali tanpa pesan dan tanpa panji-panji. meletakkan saya pada sayapnya dan menemani saya pada titik nol, melarang saya menoleh ke belakang.. akan jadi tiang garam ujarnya, seperti isteri lot pada sodom dan gomorah.

tetap di sini saya mohon, ajarkan saya kembali menikmati koordinat-koordinat kehidupan pada bagian kanan atas.. lihat saya mencoba, gagal dan berhasil.. jangan bergerak, tetap di sana.. bahkan tatapanmu akan sangat menyembuhkan jiwa yang koyak ini.

terima kasih, malaikat tanpa sayap.

bab akhir

"hey, macet ya? apa karena kerjaan?"

"hehe maap yah telat bangeeett.. macet banget soalnya, gak kok lagi santai kerjanya hehe."

"ga papa kok, ada buku juga, jadi ga berasa nunggunya. so, anything to tell?"

"hehe, iya. masi inget kasus perempuan waktu itu? yang semacam terjebak, yang berpacarnya itu beranak dua?"

"ohh.. iya, yang penuh intrik itu kan?"

"iya! akirnya selesai loh.."

"woow! gimana akhirnya? cerita.. ceritaa."

"satu dari kaum adam itu, pelan-pelan pergi dari dia, menggandeng kaum kita yang baru"

"hah!! gw pikir akan udahan karena apa gitu.. ckckck ampun deh tuh laki-laki! brad pitt kali dia!"

"hehe iya kali ya, smoga gak semua laki-laki kayak gitu. hmm.. ada yang lebih parah!"

"apa.. apa??"

"perempuan barunya, persis di sebelah temen gw itu tempat duduknya!"

"hah!! sakit jiwa!! itu kan dulu gitu juga ya?? ya gak sih?"

"ohh kisah yang sebelumnya? ohh iyaaa!! astaga, baru keinget!"

"copy paste! parahh!!"

"kalo gw pasti meninggal dunia gw! haha"

"yoih! pada tabah amat tuh perempuan!"

"iya, heran! kayaknya bener deh, perempuan itu didisain ama Tuhan buat diduain, diselingkuhin.. makanya pada tahan!"

"ckckck.. canggih!"

"yaa kampay dulu lah, untuk dan atas nama perempuan!!"

untukmu

maaf ya, saya belum bisa memulainya dengan kamu.. yang lalu masih menggelayut, yang lalu terkadang masih mencengkramnya dengan sangat. saya benar-benar sedang dalam fase keabuan, tetaplah di sana, bertahanlah di sana, jika bersedia tunggu saya beberapa waktu saja. tunggu dan berdoalah agar saya kembali pada hitam atau putih, dan bukan menetap pada keabuan.

saya hanya dapat menyatakan hal ini sebab kebenaran atau sebut saja kejujuran adalah satu hal yang dapat diandalkan. setidaknya menurut saya, saya telah memberikan fakta-fakta yang nyata yang sekaligus memberikan hak untuk memilih pada sisi kamu. tetaplah di sana atau tinggalkan saja, itu merupakan bagian dari pilihan kamu. baiknya tinggalkan saja, akan adil seperti itu dibandingkan kamu menunggu dan melewatkan peluang yang ada, sebab saya sedang tidak ingin ditemani dan sedang tidak ingin ditinggalkan.

mohon jangan tinggalkan saya, saya tidak ingin berlama-lama di sini. mohon jangan temani saya, sungguh hanya karena saya tidak kuasa mendua hati...

Thursday, August 5, 2010

ternyata

ternyata bir dingin yang saya nikmati tiap sore menjelang malam ini tidak cukup.
ternyata berbatang rokok yang saya hisap ini tidak juga menepiskan kesendirian.
ternyata kopi yang saya hirup tiap malam ini tidak mampu mengobati sepi.

benar, ini bukan karena bir
benar, ini bukan karena kopi
benar, ini bukan karena rokok

ketiganya selalu ada dimana saja saya berada, dan bahkan ada saat ini...
tapi rasanya benar-benar berbeda bila dinikmatinya bersama kalian.

Tuesday, June 22, 2010 at 10:40pm



*pic taken by me

reaksi kimia

aku tak terkendali, aku sangat sadar untuk mengetahui bahwa aku tidak mampu mengendalikan diriku sendiri kali ini. darah dan air dalam tubuh mendidih bersamaan, bergolak, berlari secepat mungkin saling mendahului melalui arteri. melesak kuat pada serambi kemudian ke bilik, memompa secepat kilat dan memuntahkannya pada vena. sebagian menjalankan tugasnya berlari menyampaikan pesan pada tulang belakang, menyisipkan sejumput ingatan abadi pada otak kecil dan membiarkannya terpaku di sana. sementara sisanya lagi berlari kepada sistem syaraf menjenguk para neuron, membangkitkan sensorik yang tanpa kasat mata memerintahkan motorik untuk bereaksi.

akan kesemuanya itu, penampakan yang ada pada diriku adalah... tersenyum dengan pipi yang tanpa 'ku kendalikan menjadi berona, sementara kedua belah mata berlari mencari titik fokus tanpa terfokus. dalam satuan yang sama otak besarku mengolah alasan pembenar yang nyata-nyata berbanding terbalik dengan percikan rasa nyaman dalam seluk jiwa.

ya, sebut saja akhirnya aku kembali jatuh cinta.

Tuesday, July 27, 2010

kertas

aku berburu dengan waktu, terlampau sibuk dan terkesan tergesa-gesa. membuka laci penuh kertas, menutupnya kembali.. dalam hitungan menit, kembali membukanya, mengeluarkan seluruh tumpukan kertas tak beraturan yang terlanjur ada didalamnya. memasukannya kembali dengan kikuk, ragu untuk menutupnya, kemudian kembali mengeluarkan kertas-kertas tanpa arti itu. mencari-cari di sudut laci, merogohnya lebih dalam, menemukan sobekan kertas, menemukan beberapa pensil dan penghapus, mendapati mistar patah, beberapa kabel -yang entah kabel apa itu- tak terpakai. membaca sepintas kertas-kertas di tangan, meremasnya, beberapa aku cacah hingga mengotori lantai kamar.

terdiam sebentar, mengerutkan dahi sambil terus memburu kertas -entah yang mana- yang aku cari, bahkan dalam detik yang sama aku ragu apakah benar kertas itu ada di dalam laci penuh dokumen ini. melontarkan kertas-kertas yang sepertinya sudah aku baca ke segala arah, menumpuk beberapa yang masih aku anggap penting dan berguna. menutup kembali laci yang semakin berantakan, membalikkan tubuhku dan melihat kamarku yang sudah semakin tak berbentuk, bahkan aku tak dapat lagi melihat lantai keramiknya, seluruhnya tertutup kertas -baik yang terserabut maupun yang rata-.

kembali aku membalikkan badan ini dan bergegas meraih gagang laci, membukanya kembali dan sesigap mungkin kembali mengobrak-abrik isi laci tanpa ampun.

"sedang mencari apa aku ini?" pikirku.

dalam kesibukanku itu, seorang di lain ruangan mengetuk pintu kamarku. membukanya tanpa menunggu aku menjawab sebagai isyarat kebolehan untuk masuk. sudut mataku mendapati bayangannya, sementara aku tetap dengan kerecohanku dengan banyak kertas di tangan. masih juga aku sibuk mencari dalam laci itu dan membiarkan bayangan itu terdiam tanpa peduliku. lambat laun teralih pula konsentrasiku, aku mengendurkan kecepatanku, perlahan membuang pandanganku dari tumpukan kertas kepada bayangan yang masih terdiam... aku mendapati senyum teduh pada parasnya. ia hanya berdiri tersenyum tepat di depan pintu kamar sambil mengulurkan tangan kanannya.

"terima kasih sudah mengalihkan aku akan pencarian yang tidak pernah aku ketahui." ujarku dalam senyap sembari menghamburkan diri ke dalam dekapnya.

Monday, July 26, 2010

for you

I'm so sorry,
I've been busy with myself lately
Been busy securing myself
Been busy enjoying my life
Been busy finding the way to be busy

I don't mean to forgetting you
Don't mean to be ignorant
Don't mean to be mean

I'm just trying to repair my mental disorder
Just trying to be a better me
But still I found myself an obsessive compulsive person

I'm just too lazy to explain this matter to somebody else
And the result is I'm not getting better
I'm worse than I used to be

I just want everything to be perfect in my way
But on the contrary, on my perfect-thought, I'm just hurting my surrounding, including you maybe..

You're not the one who forget me.
coz I'm the one who kept myself being forgotten.
I am, with total intention, running away from crowd.
Being so sarcastic and too sensitive in everything.

I am hinder myself to have a quality time with you, simply bcoz you are the only person who can read me precisely.

(This is applicable for work matters, heart matters, family matters, friendship matters which all come to me in the same time)

Again, I humbly sorry for my absence.


-for you, sent via email dated 15 July 2010-

Friday, July 23, 2010

salah?

"aku ga siap nikah nih, masi ada rasa bersalah yang ga pernah ilang.."
"gila ya kamu! ini tinggal tiga bulan lagi tau! jangan ngaco deh ah!"
"beneran, aku cuma gak mau rasa bersalah ini akan terus ada sampe aku mati."
"rasa salah apa sih? yang mana sih? salah ke siapa??"

kemudian kami menyudut di ruangan setelah keluar dari ruang ganti, sementara tubuhnya masih lengkap dililit kebaya putih bersih yang meredup karena senyum yang tiba-tiba hilang dari parasnya. aku terdiam dihadapnya, sementara ia mengumpulkan segenap jiwa yang tercecer untuk bertutur tentang pelik yang menghantuinya. sesaat kemudian ia menghela napas panjang untuk membagi kisahnya dengan aku.

air matanya meleleh tanpa diinginkan, ia menangis karena beban hati, ia menangis oleh sebab rasa bersalah yang tanpa kenal waktu menggeliat keluar mengikiskan senyum dan tawanya. rasa bersalah pada dua manusia yang mengakibatkan ia menapaki bumi ini, yang memberinya degup pada jantung dan yang melindunginya pada rahim. kesalahan akan perubahan yang telah ia pilih yang membuatnya kemudian bersebrangan dengan kedua orang itu. kesalahan akan pilihan yang mengakibatkan ia tidak lagi pergi bersama-sama dengan mereka pada hari minggu. kesalahankah itu, jika ia memilih untuk memuliakan sang kekal pada waktu-waktu yang ditetapkan sebanyak lima kali dalam satu hari? kesalahankah itu, jika ia menetapkan pilihannya untuk lebih teratur bertemu dengan sang esa?

aku tetap terdiam menelusuri serbuan kata-katanya yang berhamburan tanpa arah, aku biarkan ia menuntaskan segenap beban yang menggelayut di hati. menemaninya dengan sekotak tisu di tangan kananku dan segelas air putih di tangan kiriku. tersenyum sesekali setiap kali ia membalas pandanganku terhadapnya.

kini ia makin menghitam bersamaan dengan jeritan tanpa suara yang terproyeksi dimatanya. selimut rasa bersalah itu nampak semakin tebal melegamkannya. rahim tempatnya bernaung pada waktu lalu telah kembali menjadi abu. melebur bersama debu tanah tanpa menyisipkan restu untuknya. sementara jutaan butir pasir terus menampar sekujur tubuhnya tanpa ampun, mempersalahkan nuraninya akan salah satu rahasia semesta yang menimpa sang rahim yang berlalu tanpa restu.

geliat kesalahan kini berbaur dengan kemarahan. memojokan dirinya sendiri pada sudut kegelapan yang tanpa sadar diciptakannya. menyerap seluruh energinya dan meningkatkan kegeraman yang tak bertepi. telah diupayakannya ribuan pembenaran, namun tetap saja hanya berupa penyangkalan. telah ia hujamkan permohonan maaf pada pusara yang teduh, tetapi sedikitpun tidak mentahirkan hatinya.

abu dalam pusara itu telah menyatakan restu dan memeluknya dengan maaf. namun ia sendiri yang kian hari kian mengeraskan nuraninya tanpa ampun. ia sendiri yang tidak pernah memaafkan dirinya akan kesalahan semu yang seakan telah diperbuatnya. kesalahan yang akan terus bermunculan dalam waktu yang tak terduga dalam semesta yang tak hingga. dapatkah aku ungkapkan padanya, bahwa kesalahan utamanya adalah membiarkan dirinya tidak memaafkan diri sendiri, tidak mengampuni jiwanya, berseteru dengan nuraninya dan menjebak hatinya pada tudingan yang ia ciptakan sendiri? sementara ia terlalu sibuk mempersalahkan diri, sehingga ia menjadi buta dan tuli akan pelukan maaf dan selimut restu yang dikirimkan sang rahim yang terus melindunginya tanpa syarat. sungguh tanpa syarat apapun.

maafkan dirimu, sahabat. sebab hanya itu yang akan melapangkan hatimu.

Thursday, July 22, 2010

left it there

I left it there, I won't move it anywhere.. I let it stay there, with all bittersweets attached to it. I know it won't change, it will remain the same as it used to be. For all things that i know, that i ever knew and recognized. I simply don't wanna change anything, not even a little part of it. But still, i left it there perfectly and don't even try to touch it anymore.

I thank you for those things left behind. I thank you for trusting me with no particular reasons. And I thank you for growing me up, I heart it in every way. Just left all the stories behind and I promise I'll be a better me. I know that I will miss it a lot, and I always have a chance to get closer to it every time the missing feeling arise in me. Just to be closed to it with no willing to touching it.

I left it there, I won't move it anywhere.. I let it stay there, with all bittersweets attached to it.

Wednesday, July 21, 2010

3 kali

batas toleransiku hanya tiga kali. ketiganya bukan merupakan kebetulan dan ketiganya bukan merupakan kejadian belaka. ketiganya jelas merupakan peringatan sang esa akan suatu hal yang harus aku lewati dan putuskan untuk meninggalkannya. entah sebahagia apapun, entah sesakit apapun.

dan aku telah sampai pada kali ketiga untuk beranjak. untuk memutuskan bahwa aku harus bergegas berlalu dari zona kenyamananku kali ini. menanggalkan segenap keindahan yang masih 'ku kecap, melepaskan tiap jengkal tawa dan tangis, melayangkan titik-titik semu di hari yang lalu. menghadapi cercaan sinar matahari pada babak baru, menantang desiran angin sebagai upaya adaptasi kembali, bertahan untuk terus melangkah mewarnai alur hidup yang tak akan pernah terjawab. dengan tegas bergegas mengumpulkan riak jiwa yang sempat koyak untuk mengejar sang fatamorgana.

seindah aku meraih sang fatamorgana, pada masa itu pula aku akan menanggalkannya kembali. kembali menyesuaikan diri dengan peringatan semesta, peringatan yang akan datang sebanyak tiga kali untuk memecutku berlari mengejar fatamorgana yang lain. mungkin ini rotasiku pada hidup atau karma leluhur yang tak terbayarkan. namun aku adalah aku. yang hanya percaya pada teguran ketiga untuk perkara yang sama. setidaknya setiap kali aku pergi, itu untuk memburu fatamorgana baru yang sama sekali berbeda. dan untuk fatamorgana itu, tentu akan aku peroleh bagian jati diri berikutnya. sehingga ketika seluruh bagian jati diriku terkumpul, ia akan membawaku kembali pada sang kekal.

mendendam

tolong jangan rusak seleraku dan jangan buyarkan bangunan semangatku untuk hari ini. hari ini bahkan masih terlalu muda untuk keberadaanmu. aku baru memulainya, baru sejenak menjajakan segenap jiwaku untuk menikmati akan jalannya hari ini yang tiada akan pernah terduga. aku hanya ingin menapakinya dengan senyum, dengan lebih ringan, dimulai dari detik ini.

sungguh jangan coba usik aku melalui segenap upayamu. tidak dengan kehadiranmu, tidak dengan rentetan suaramu, tidak dengan media maya yang menghilangkan ruang dan waktu, tidak dengan cara apapun. setiap keberadaanmu menjadi duri bagiku. setiap upaya pembenaranmu akan waktu lalu tidak lain merupakan penistaan akan diriku. simpan seluruh energimu saja, bingkai indah ditempatnya tanpa perlu sejentikpun aku ketahui. sebab semakin berjarak antara kau dan aku, maka akan semakin mudah untuk memuliakanmu.

dengarlah, hanya satu inginku, "jangan ganggu aku, ayah. maaf."

Friday, July 16, 2010

telinga dan mulut

Sang telinga sedang sangat amat iri pada mulut. Lelah tampaknya ia berdiam disana tanpa aksi dan reaksi. Dengki terdalam pada mulut yang dapat mengeluarkan suara, memadukan kata-kata atau bahkan hanya berdecak. Sungguh sangat cemburu pada si mulut yang dapat mengeluarkan liur atau bahkan mengosongkan isi perut. Sang telinga bahkan tidak pernah bergerak. Diam. Tak kuasa berkeluh kesah akan kelelahannya menjalani peran. Kebosanan menjalarinya sampai pada bagian terdalam. Ia hanya dapat bertukar pada saluran eusthacius, terhubung tanpa benar-benar bertukar peran.

Dalam detik ini juga, sang telinga memaksakan kodrat ilahi. Merenggut mulut dari singgasananya dan mengkudeta perannya. Pada detik berikutnya sang telinga menjabarkan keluh kesahnya tanpa ampun. Kemudian dengan lunglai kembali menahtahkan si mulut pada daerah yang diokupasinya tadi.

Kembali pada perannya, sang telinga dengan sadar kembali pada perannya.

Thursday, July 8, 2010

serakan serpih


kesalahan terbesar saya terhadap anda adalah membiarkan diri saya sendiri untuk tidak meyekatkan hati dan menjadi terlalu setia terhadap anda. terlalu percaya dan menutup segala bisikan dan sudut mata yang mencuri lihat akan ketidakwajaran yang terjadi. membiarkan diri saya seutuhnya menjadi tuna netra berikut tuna rungu bahkan tanpa nurani akan tanda-tanda alam yang disajikan tepat di hadapan saya.

atas kesemua kesalahan saya itu, resiko yang saya telan bulat-bulat adalah saya harus kembali memungut serpihan-serpihan hati yang pecah menjadi bagian-bagian kecil. meraihnya satu demi satu, menyusunnya kembali dengan perekat jiwa dan kembali memasangnya pada tempat ia seharusnya bernaung.

meski saya sadar bahwa tahap memungut serpihan terserak itu akan kembali menodai telapak dan jemari dengan perih. menyusun dan merekatkan bagian yang satu dengan yang lain akan kembali menjadi kabur karena air dan darah. dan seketika hati itu kembali diletakkan pada hulunya, antar serpihannya itu akan menyakiti sarangnya, mengakibatkan sayatan di sana-sini tanpa dapat disembuhkan pada waktu yang bersamaan. serpihan itu menghasilkan luka, lukanya mengakibatkan luka baru. lukanya menyayatkan kembali luka lama yang telah separuh tahir, meradangkan pembuluh darah dan memfokuskan serabut syaraf untuk menyampaikan pesan rasa sakit pada penjuru fisik.

jadi, akankah saya biarkan ia berserakan, setidaknya masih dapat saya ratapi.. atau baiknya saya jumputi satu per satu dan mengembalikannya pada singgasana, meski akan berulang kesakitan yang sama?

*pic taken from google

pusaran

lalu aku berjalan dalam satu pusaran kehidupan, bagian dari keseluruhan kehidupan yang mungkin harus aku telusuri keindahannya karena aku sendiri telah menetapkan pilihan untuk menelaah pusaran ini. jalannya terlalu berliku, melelahkan seakan menghisap seluruh unsur nyawaku ketika aku berada didalamnya, namun pusaran ini sekaligus menyenangkan, sangat nyaman sehingga membuat aku tidak ingin beranjak lebih cepat untuk menemukan titik pusatnya.

tapak-tapak milikku tersisa jelas pada tanah yang aku lalui. aku tidak membutuhkan cahaya untuk melihat titian langkahku, gelap pekat namun tiada sesak. aku tidak memerlukan percikan bunyi untuk mengetahui kelok di depan jalanku. pusaran ini seakan menyesuaikan keberadaannya dengan diriku, sapuan gumpalan udara memelukku dengan sangat hangat setiap kali aku menginginkannya. dan aku biarkan diriku menelusuri pusaran ini sedikit lebih lambat dari pusaran yang sebelumnya. sungguh, hanya pusaran ini yang mampu membuatku ingin terus berada dalam dekapannya.

pada jejak langkahku sampai pada hitungan dua ratus, pusaran ini menghimpitku tanpa pertanda. memaksa aku membelalakan mata, memasang telinga lebih tajam, memekik keras dan meronta kesegala arah. pusaran ini melontarkanku pada kumparan cahaya yang membutakan mataku, menusuk-nusuk liang telingaku dengan bebunyian ultrasonik tanpa petujuk dan menghempaskan tubuhku pada jutaan kubik air hitam legam serta berbau menyesakkan tanpa ampun.

keseluruhan penderiaan yang menghantamku pada waktu yang sama itu sungguh sangat menyakitkan aku, namun akar kekecewaanku berada pada kudeta kepercayaan. kepercayaan akan indahnya pusaran yang semula seakan melindungi segenap jiwaku tanpa syarat, yang kemudian berbalik arah menghisap keseluruhan jiwaku pada liang kesengsaraan. meninggalkan aku terperosok dalam pedihnya hati yang buyar menjadi serpihan-serpihan kecil tanpa wujud.

kekecewaan ini yang menggugahku untuk segera berlari sampai habis tuntas kekuatanku. berlari tanpa arah dalam pusaran yang seakan tak berkesudahan, berlari menyelamatkan diri dari deburan penderitaan yang tak kunjung padam. berlari dan terus berlari, berharap dalam detik berikutnya aku dapat melihat gemericik cahaya penanda ujung lorong pusaran ini. namun semakin kuat aku mencari, semakin menderu penderitaan ini menghampiriku dalam kecepatan suara. menyisakan sayatan-sayatan tak terperikan yang dengan jelas memilukanku tanpa aku dapat melihat dalamnya bilur-bilur itu meronakan tubuhku.

aku harus terus berlari dan meninggalkan pusaran ini.. harus!! harus!! helaian napas terakhirku aku buang bersama dengan pekikan panjang yang terhenti bertepatan dengan dobrakan tubuhku pada selaput membran penutup lorong pusaran. dan kemudian gelap...

dimana aku?

perang

pada akhirnya ia kembali kepadaku dan aku menyambutnya dengan senyum dan pelukan hangat yang menurutku benar ia butuhkan kali ini. ia hadir kembali di hadapku, tidak dengan keriaan ketika ia meninggalkanku, tetapi dengan paras lunglai dan mata sembab akibat banyak air mata yang ditumpahkan daripadanya. dalam dekapku, air mata itu berlomba keluar tanpa kendali.

kembali dalam keadaan porak poranda, perang telah usai untuknya dan menyisakan carut marut pada fisik dan psikisnya. binar keriaan pada kedua matanya yang melekat erat dalam rekaman ingatanku pada saat ia pergi dariku, sirna tergantikan legam hitam yang kian meredupkan cahaya matanya pada mula-mula. entah perang serupa apa yang telah ia hadapi, entah untuk membela dan memperjuangkan apa yang dapat membuatnya tenggelam dalam perang itu. yang aku pahami, ia menyatakan perang dan terlebur didalamnya oleh sebab kesadarannya sendiri, tanpa bujuk rayu, tanpa provokasi, tanpa intimidasi dari pihak lain di luar nuraninya.

mungkin perang itu telah mengalahkannya sedemikian sehingga ia kembali padaku serupa ini. mungkin malah ia telah memenangkan perang itu, terlampau jamak asumsi padaku hanya karena aku tak kuasa bertanya padanya, setidaknya bukan saat ini masaku untuk mencari jawaban dari dirinya. yang aku mengerti hanya aku tetap tinggal di tempat yang sama disaat ia meninggalkan aku. aku tak beranjak sedikitpun, semata untuk meyakinkan bahwa aku tetap berada di tempat yang sama ketika ia kembali mencariku lagi seusai ia melalang buana.

sungguhpun ia koyak kali ini. beban yang diembannya pada waktu lalu mungkin lebih berat dari yang seharusnya ia tanggung. hanya guratan kekecewaan yang membekas pada rautnya ditemani pencilan-pencilan luka yang masih meradang dan tak kunjung pulih karena digenangi air mata yang tak kenal henti.

dan kini ia terdiam tepat disisi kananku, memandang pada satu titik api yang tak fokus. kembali menguraikan detik-detik peperangan dalam benaknya dan menegaskan semburat kepedihan lebih dalam pada tiap inci wajahnya. air matanya terus jatuh tanpa isakan dan ia membeku tanpa keluhan.

Wednesday, July 7, 2010

karet-condet

"kamu apa kabar?"
"aku? baik kok.. kenapa kamu?"
"gak papa, cuma kenapa gitu liat kamu tadi pas nonton bareng."
"beneran gak papa kok, cape aja kayaknya abis sidang"

"kalo hati kamu apa kabar?"
"hmm, aku harus jujur kali ini ke kamu."
"kenapa?"
"aku masih sama dia, aku udah berusaha melepaskan karena emang harus lepas."
"kamu yakin gak papa?"
"............................"

"ada yang bisa didenger, eh, dibaca?"
"aku capeeeeeeee!! aku cape sama rasa ini, kenapa si aku bego banget udah tau ini gak bener tapi tetep aja ga mao ngelawan!! kenapa sii.. kenapa harus gini.. KENAPAAA!!!"
"keluarin aja semuanya.. aku ada kok."
"kenapaaa,, kenapa aku pake nangis segala.. aku gak pernah minta apa-apa kok, tapi kenapa dapetnya begini!"
"nangis aja, aku gak akan banyak komentar."
"aku cape.. capeee banget sama semua ini. aku tau aku salah, tapi aku ga bisa.. ga mao ngelawan, bisa tapi gak mao.. ga mao sekarang!!"


"harusnya aku ada di samping kamu ya.."
"gak kok gak papa, kamu kan lagi sibuk sama tesis. maaf ya, aku simpen ini berbulan-bulan bukan karena aku ga percaya kamu. tapi gak tau kenapa kalo soal hati, aku emang ga pernah cerita ke siapapun sampe semua selesai.. tapi maaf kali ini aku gak kuaaattt!!!!"
"gak papa kok, aku ngerti."
"aku gak kuat, bener-bener gak kuat..."

"satu hari setelah tesis ini beres, mao duduk sama aku?"
"aku ga akan bisa cerita kalo ada disebelah kamu, malu."
"gak harus cerita gak papa kok, duduk aja, diem juga gak papa."
"aku nangis lagi, maaf ya..."

"kamu butuh apa?"
"....................."
"ne?"
"butuh bir yang banyak, butuh jeger meister yang banyak dan butuh ganja.. aku mao itu semua biar aku gak sadar. aku bener-bener gak kuat..."
"....................."

keparat

keparat! pergi kau dari hadapku!! pergi jauh hingga tak tampak oleh sudut mataku! pergi sejauh aroma tubuhmu menghilang dari jangkauan ingatan penciumanku! enyahlah dari sisi gelapku, bawa serta sisa tawamu pada hari-hari yang lalu! tinggalkan yurisdiksiku karena kau tidak lagi diperbolehkan berada dalam jangkauan teritoriku! jarakmu akan aku harus sejauh timur dari barat, sejauh utara pada selatan dan sejauh langit ketujuh pada neraka!

dengar keparat! tidak akan ada lagi kesempatan bernegosiasi kali ini, tidak jua tawar-menawar. sebab kepergianmu adalah penyelesaian terbaik yang pernah aku tetapkan dalam satuan hidupku di bumi ini. jangan mencoba melihat ke belakang, jangan pernah mencoba berada sejajar denganku. karena akibatnya hanya akan berupa muntahan kata-kata tanpa hikmat! dan jangan pernah mencoba kembali menyentuhku dengan untaian kalimat manismu, karena semuanya telah menjadi sia-sia seketika.

makianku tidak akan pernah sampai pada titik nadir, karena sisi putih hatiku telah kau bawa serta, menyisakan sisi hitam yang akan terus memekikan jajaran hinaan atasmu. dan kau harus ingat, keparat! enyahah dari jangkauanku, sebab hanya itu yang dapat menyelamatkanmu dari lumatan sesahku!!!

membusuk

"kamu pegang apa ditangan kamu? kenapa diumpetin di belakang punggung?"
"hmm, gak kok. gak pegang apa-apa, gak umpetin apa-apa."

dan aku cengkram makin erat bongkahan hati yang telah membusuk ini. aku pastikan tiada seorangpun akan menaruh curiga akan hati yang telah aku renggut paksa dari tempatnya berada. aku letakkan pada telapak kiri dan menutupinya dengan telapak yang lain, menyembunyikannya di belakang punggung tanpa seorangpun dapat menyadarinya oleh sebab aku membungkusnya dengan senyum dan gelak tawa pada paras.

hati ini tidak bekerja lagi sesuai fungsinya, sudah banyak kerusakan disana-sini. tidak hanya itu, terdapat satu lubang besar yang tidak dapat ditutup sebab tamanan yang sebelumnya berada telah terlanjur mencengkramkan akarnya sampai pada inti pusat hati. seketika tanaman itu harus dicabut tidak dengan suka rela, meninggalkan liang tak berdasar pada hati ini. akar tunggangnya yang semula tertancap kuat harus terserabut tanpa belas kasih, meninggalkan hati yang kemudian membusuk karena waktu.

hati ini harus aku renggut paksa dari susunan organ, jika tidak aku lakukan ia akan menjangkitkan kebusukan yang sama pada organ lain, dan pada akhirnya kesemuanya akan membunuhku dari dalam secara perlahan. aku memilih menyakiti satu hati ini dan menyelamatkan organ lainnya, setidaknya tindakan ini akan membuat aku tetap hidup.

coba biarkan aku tetap menggenggamnya pada telapak, memandanginya dan mengenang setiap perannya yang telah lalu. setiap torehan padanya menyunggingkan senyum tipis pada sudut bibirku bersamaan dengan air mata yang tak kuasa aku bendung untuk tetap menggenang pada kantungnya.

aku tidak akan membuang hati yang membusuk ini, juga tidak akan aku tempatkan kembali pada asalnya. ia akan tetap di sini, tepat pada kedua bilah telapakku yang bersemayam di belakang punggungku, tanpa seorangpun sempat menyadari keberadaannya. tak seorangpun dalam fana dan maya ini, kecuali kamu...


*pic taken from google

Tuesday, June 29, 2010

seteru

aku selalu suka belati ini, ayahku yang memberikannya beberapa tahun lalu. sempat aku mengamuk karena terlupa aku letakan dimana dia. hilang dalam beberapa tahun dan sempat terlupakan, sampai akhirnya tanpa niat mencari malah ia 'ku temukan.

sungguh aku jaga belati ini lebih dari sebelumnya, aku asah di siang dan aku letakan dalam sangkar keagungan di malam. aku bungkus dengan kemuliaan walau matanya sudah banyak gurat dimana-mana. bahkan pada sisi kanan ada celah kecil akibat alam dan perubahan cuaca, tapi itu membuatnya semakin menawan. ia aku temani kemanapun aku melangkah.

hari lalu aku lupa mengenakannya sang bungkus kemuliaan, untuk melindunginya aku genggam erat ia di telapak. cecair merah menandai langkahku, menuntun seteru menguntitku. aku cengkram belatiku makin kuat, sadar akan jejak yang tertinggal, aku himpitkan telapak pada saku, setidaknya bercaknya akan jarang menjejak, hanya sesekali sehingga seteru kehilangan arah.

sayatan ini semakin mendalam, kuyup sudah saku ini dan masih pula aku bertahan melindungi belati kesayangan. pada tepi danau aku berhenti. melepaskan jemari dari saku yang kuyup, perlahan membuka telapak. semilir angin semakin menegaskan pedihnya telapak yang koyak. belatiku agung berkilau tanpa cela dan aku terluka parah. perih ini menyadarkanku, seteru itu tak pernah menguntitku selama ini. seteru itu terlampir pada diriku, belati itu seteru.

bukan aku tidak bisa melepaskannya dan membiarkan aku pulih, aku bisa.. hanya saja aku belum ingin.

Monday, June 28, 2010

tuan besar

hei, tuan besar! anda pikir saya Tuhan bisa membaca pikiran anda? anda diberi mulut, lidah dan suara untuk bicara, mengapa tidak anda katakan?!

perkara ini akan jauh lebih mudah dijalani jika anda bicara! bukan teori komunikasi yang saya ajarkan! ini sesederhana kenyataan!!! dewasalah sedikit saja, tuan besar. katakan pahit jika itu terasa pahit! katakan manis jika itu memang benar manis! dan katakan tidak terasa jika itu tidak punya rasa!

hati saya sama hambarnya menanggapi sikap anda, tuan besar! anda pikir saya diberikan kuasa untuk membaca pikiran? untuk membaca hati? bahkan malaikat tidak diberi kuasa untuk itu.. apalagi saya!!!

sebab kediaman anda adalah bukti nyata atas kesombongan hati anda, tuan besar!

is this the end?

the story seems like come to an end without any notice
it ends perfectly the same as it was started..

should i demand to keep it?
should i let it be like this?
dis-coziness surround me..

is this part of Thy plan?
is this part of my mother's pray?
while i am suffer in facing this condition..

could i stay a little bit longer in this beautiful mess?
i demand it.

just a lyric

"Set The Fire To The Third Bar"
(Snow Patrol feat. Martha Wainwright)

I find the map and draw a straight line
Over rivers, farms, and state lines
The distance from 'A' to where you'd be
It's only finger-lengths that I see
I touch the place where I'd find your face
My fingers in creases of distant dark places

I hang my coat up in the first bar
There is no peace that I've found so far
The laughter penetrates my silence
As drunken men find flaws in science

Their words mostly noises
Ghosts with just voices
Your words in my memory
Are like music to me

I'm miles from where you are,
I lay down on the cold ground
I, I pray that something picks me up
And sets me down in your warm arms

After I have travelled so far
We'd set the fire to the third bar
We'd share each other like an island
Until exhausted, close our eyelids
And dreaming, pick up from
The last place we left off
Your soft skin is weeping
A joy you can't keep in

I'm miles from where you are,
I lay down on the cold ground
And I, I pray that something picks me up
and sets me down in your warm arms

I'm miles from where you are,
I lay down on the cold ground
and I, I pray that something picks me up
and sets me down in your warm arms

Monday, June 14, 2010

belenggu

Jangan ganggu saya mulai hari ini, tidak kamu dan tidak pula orang lain. Biarkan saya sendiri saja di sini, di sudut ruang hati yang koyak. Biarkan saya berjibaku dengan buramnya asa yang tiada akan pernah menjadi sedikit temaram. Kini semburat cahayanya semakin menipis dan sungguh saya hanya dapat rasakan sayatan demi sayatan yang terserabut oleh waktu.

Saya mohon tinggalkan saya di pojok kekalahan saya akan diri sendiri, jangan dengarkan rintihan yang memekik tajam seakan dapat membelah kenisah, jangan acuhkan peluh yang mengaliri pelipis dan tubuh yang bergetar hebat tanpa terkendali. Jangan pedulikan genangan air mata yang tak kenal henti meratap, jangan pula hiraukan lebam-lebam yang saya lukis pada selimut hati ini. Dan saya mohon jangan bantu saya untuk bangkit karena saya hanya ingin berdiam dalam wilayah ini, meresapi setiap torehan luka sembari memercikinya dengan cuka dan air garam.

Sesah ini melumpuhkan saya, mewafatkan keseluruhan indera dan menyisakan belenggu muram pada hati yang mulai lapuk. Akhir kisah ini mematahkan pucuk-pucuk jiwa kasih yang semulanya menggeliat dan menggoreskan kegetiran abadi pada sang hati.

ruang tunggu

"Lagi nunggu mba? Kayaknya udah satu jam deh diem aja di sini."

Saya melirik laki-laki itu setengah sinis, lebih kepada terkejut sebenarnya. "Iya Pak." Singkat saja saya jawab. Dinginnya angin malam itu mulai membuat saya mengkerut tapi saya tahan saja, mencoba menikmati sapuan angin yang dibumbui hujan yang merintik.

"Nungguin pacarnya ya mba? Setia banget hehe, eh maaf mba kalo ganggu, saya cuma kasian aja ngeliat mba udah lama di sini." Ralatnya dilakukan tergesa-gesa sesaat setelah saya melontarkan pandangan sinis kepadanya. "Iya Pak."

Tak heran bila Bapak ini memperhatikan saya, sudah lebih dari belasan mobil dan puluhan motor yang ia parkirkan sejak saya datang, dan masih pula menunggu saya di tempat yang sama. "Gak papa kan mba saya ajak ngobrol? Daripada maenan hp doang hehe, tapi kalo mba ga mao ngobrol gak papa juga mba, bilang aja."

Dalam waktu 15 menit kemudian kami telah berada pada zona percakapan yang menggugah. "Kalo mba bisa nungguin pacarnya lama gini, berarti dia juga sabar banget ya, pernah nungguin mba lama juga ya datengnya?" "Gak Pak, dia paling ga suka nunggu, jd ya mdingan saya yang nunggu." "Kok gt? Enak banget jd pacarnya mba ya..." "Haha berusaha ngerti aja sih Pak." "Haha maaf ya mba, saya jadi ragu pacar mba itu sayang beneran atau ga ama mba, abis egois banget kayaknya."

Saya kemudian terdiam, dulu dia bersedia menunggu saya seberapapun lamanya saya datang. Sekarang, sama sekali tidak. Bahkan kemacetan ibukota ini tak bisa menawarkan amarahnya, padahal dia juga mengalami hirup pikuknya lalu lintas yang sama. Apa benar dia tidak benar-benar sayang?

Bapak itu duduk kembali setelah memarkirkan mobil biru. "Belom dateng juga mba? Ampir 2 jam loh ini mba, apa ga ditelpon aja pacarnya?" "Hmm, udah di sms Pak sejam yang lalu, nanti marah kalo saya bawel nelpon-nelpon lagi hehe." "Oh gitu ya mba? Maap ya mba, saya makan dulu jd mba saya tinggal dulu."

Setengah jam berlalu semenjak Bapak itu pamit makan. Telepon nirkabel di tangan saya akhirnya berbunyi. "Kamu masi nungguin aku di situ? Hahaha, maaf ya aku ga jd dateng. Kerjaannya belom selesai soalnya. Tadi udah aku sms, emang ga nyampe ya? Ya udah, kamu pulang aja deh udah malem nih, ati-ati ya sayang." Percakapan jarak jauh ini berakhir tanpa rasa bersalah padanya.

Setelahnya, 6 halaman pesan saya kirimkan kepadanya, sudah selesai kisah ini, sayang. Kata Tuhan kesabaran ini seharusnya tak berbatas, tapi saya bukan Tuhan, saya manusia.

Saturday, June 12, 2010

ruang hampa

"Tolong bukakan jendela itu untuk saya, sesak sekali di sini"

"Kita hanya berdua saja di ruangan ini dan anda bilang sesak?"

"Ya, saya nyaris tidak bisa bernapas. Ada pintukah di sisi sana?"

"Haha ruangan ini tidak berpintu, tidak jua berjendela. Percuma anda meminta karena saya tidak dapat membantu apapun."

"Apa anda tidak merasakan sesak seperti saya? Anda aneh!"

"Saya aneh? Bukannya anda yang aneh? Tampaknya kesesakan itu berakar dari jiwa anda, sehingga fisik anda turut merasakannya."

"Ah, tahu apa anda tentang jiwa? Saya tidak sakit jiwa, ruang ini benar-benar sesak."

"Dasar keras kepala! Selalu saja menyalahkan hal lain di luar anda, padahal masalah itu lahir dari anda sendiri! Sudah 27 tahun dan tidak juga belajar mengenal diri sendiri. Penyangkalan lagi dan lagi."

terdiam...

Sebuah percakapan dengan nurani ini lagi-lagi diakhiri dengan diam. Batu karang ini telah terlanjur terbentuk demikian adanya.

Thursday, June 10, 2010

ruang rasa

seorang VP HRD yang mewawancarai aku kemudian tertegun, menelaah lebih dalam caraku bersikap dihadapannya, terdiam dia dan kemudian berujar untuk dirinya sendiri "oh, jadi kamu itu gak pernah takut sama apapun karena kamu pernah ngalamin kehilangan yang luar biasa rupanya."

aku tersenyum bingung saat itu, lebih kepada tidak mengerti akan intisari dari deretan kata-katanya yang baru saja dilontarkannya kepadaku. dengan sedikit kecut aku bertanya, "maksud ibu apa ya?" yang kemudian ia memberondongku dengan penjabaran seorang VP HRD yang telah berpengalaman mewawancari ratusan orang dalam kurun waktu dua puluh tahun dia berkiprah.

hanya satu yang aku dapat telaah, menurut ibu VP HRD ini aku tidak punya rasa takut akan apapun di dunia ini, termasuk untuk masalah pekerjaan, hati-cinta dan menghadapi orang baru yang entah setinggi apapun jabatannya, semua adalah mudah untuk aku. dan aku hanya dapat tersenyum mengerenyit dihadapannya. muasal dari hilangnya rasa takut itu menurutnya disebabkan oleh kehilanganku akan peran dan sosok ayah yang seharusnya bila hilangpun karena dipanggil kembali oleh Yang Kuasa, namun pada perkaraku tidak demikian.

bahkan aku sudah lupa aku merasa kehilangan.. terlupakan dan sengaja aku lupakan. sebab jika masih juga diingat, kebencian itu akan menggerogotiku dari dalam. ahh, tak heran ibu ini menjabat VP HRD, ia dapat melihat apa yang menurutku telah aku kubur dalam-dalam tanpa bekas. ternyata tetap juga tampak goresannya pada pilihan kata-kataku saat wawancara tadi.

kesimpulan VP HRD tentang aku tadi tidak membenamkanku sedikitpun. sambil melangkahkan kaki kembali pulang aku ulangi kecamanku dalam benak, "entah dimanapun kamu berada, ayah.. keseluruhan diriku yang telah nyata ini tetap 'ku bebankan padamu. jangan pernah kembali, ayah, karena kehadiranmu tak lain hanya menjadi sesah bagiku."

ruang rupa

gambaran nanar yang menyeruak menjadi semakin jelas menghanyutkan tiap pejamanku. bahkan ketika kembali aku buka dua kelopak ini untuk kembali ke dunia nyata, rupa itu tidak menghilang kadang malah semakin jelas...

aku dapat menjabarkan dengan sangat terperinci tiap guratan pada parasnya yang mulai menggambarkan usianya di bumi, tiap letak titik coklat yang kadang memadati pipinya, belalak matanya yang mengekspresikan kejut yang kemudian meredup karena kekesalan yang menghujamnya tanpa persiapan. namun yang membuatku tetap terpesona padanya hanyalah adanya sebentuk lingkaran abu-abu yang membingkai indah pada korneanya. pesonanya mampu menghentikan setiap tindak-tandukku yang tergesa-gesa, bahkan pesonanya mampu membuatku melakukan koreksi berulang-ulang akan keputusanku yang biasanya tiada seorangpun dapat menawarnya.

sungguh bukan karena keseluruhan yang disebut ketampanan yang ada padanya, sungguh pula bukan oleh sebab pilihan kata yang bijaksana, hanya sebentuk bingkai abu-abu di kornea itu yang berhasil membuatku tertegun, membiarkan kenyamanan menjalari vena, arteri dan sistem syarafku.. membuyarkan kebekuan pada jiwa ini dan meruntuhkan benteng keangkuhanku akan ketidakpercayaan pada cinta.

maafkan aku, sungguh aku telah membiarkan diriku untuk jatuh cinta padamu...

RUANG

..mari bermain dengan ruang mulai sekarang..

Wednesday, June 9, 2010

princess

At her ultimate sanity, she screams out loud at me...

"and you know! i never,, never have plan to fall in love with you!!!"

In the very next second she dropped her body and cried on my chest..

"Listen princess, i do could feel your sorrow, i do could feel your warm tears, and also i do listen to your words clearly. Please ponder this princess, i do love you too.. But i humbly beg you sorry my princess, i'm simply not able to hold you anymore since i am six feet under your feet..."

Tuesday, June 8, 2010

luluh lantak

Tolong sisakan sejumput waktumu untukku kali ini, teman. Sertakan pula telinga dan hati yang lapang untuk aku. Permintaanku akan sangat banyak kali ini dan pengertianmu pula harus lebih dari waktu-waktu silam.

Dengan dasar logikaku yang paling luar biasa aku memulai kisah ini, teman. Aku lepaskan diriku pada satu masa yang sungguh aku pahami akan segenap resikonya. Aku hanyutkan diriku pada jernihnya aliran kisah yang tanpa muara. Aku henyakan separuh jiwaku pada setiap keloknya dan setiap pecahanya, menikmati tiap irisan dan singgungan pada semesta.

Dan ini aku kembali terduduk dihadapmu, teman, dengan sebagian jiwa yang luluh lantak. Bahkan genangan air pada pengelihatanku ini tak pelak lagi aku bendung. Pedih.

Aku terkoyak kali ini. Kembali koyak, teman.

Ada masa yang sama seperti beberapa tahun lalu, masih ingatkah akan masa itu, teman? Waktu itu kamu juga hadir untukku sama seperti masa ini. Masa yang aku kira akan menjadi masa pamungkas dimana aku terjerembab. Masa yang aku anggap akan hanya menimpaku satu kali dalam putaran hidupku. Tapi ternyata aku salah, teman, benar-benar salah. Masa itu hadir kembali saat ini, tepat saat ini.

Namun mengapa kali ini jauh lebih pedih? Padahal sejak awal aku sungguh paham akan datangnya kepedihan ini! Mengapa tetap saja aku tersungkur? Mana kendali logikaku yang sangat luar biasa itu, teman?

Tolong tahirkan aku dari masa ini... Selamatkan aku yang tengah terkapar dalam ruang, waktu dan dimensi yang menyiksa keseluruhanku. Tolong kikis jelaga ini daripadaku karena ia memburamkan akal sehatku.

Katakan hal apa yang dapat aku perbuat untuk menghapuskan masa ini, teman? Tapi sungguh jangan ujarkan padaku bahwa harus 'ku nikmati setiap pedihnya yang menyesakanku... Sebab bila itu 'ku lalukan, ia akan berbanding lurus dengan luapan air mataku.

emansipasi

apa itu emansipasi?

sebentuk kesetaraan gender yang digugat melulu oleh kaum hawa? penggugatan hak yang tidak berbanding lurus dengan kewajiban? mengerti apa kaum hawa ini akan segala gugatannya? jika mereka hanya melulu menggugat hak dan tidak untuk kewajiban yang melekat pada sang emansipasi.

apa itu emansipasi?

akankah emansipasi meluluhlantakkan kodrat yang telah dituliskan oleh Sang Esa? apakah emansipasi sebagai suatu pembenaran untuk sebuah agresivitas kaum hawa? sedangkan konsep dasar sel telur tidak pernah berganti meski masa telah sampai era maya ini. ia tidak pula menggantikan peran sperma; ia tidak berganti menjadi berlari mengejar sesuatu, dan ia tetap diam dimana ia harus bersemayam, juga ia tidak membawa bakal jantung namun membawa keseluruhan organ bagi calon anak manusia. sel telur tetap sebagai sel telur. kodrat diamnya bukan mentakdirkan kaum hawa akan kepasifan, tetapi lebih kebanyakan untuk tetap tenang, bajik dan bijak dalam singasananya.

buah pikir awal tentang emansipasi tentunya tidak bermaksud untuk meniadakan konsep dasar kaum hawa. kesetaraan gender bagi para pencetus pendekar perempuan bukan melulu pada hingar-bingar ribuan gugatan atas hak tanpa disertai kewajiban yang belakangan lebih memarginalkan kaum hawa sendiri. emansipasi yang dipolitisi lebih harus diwaspadai oleh para pendekar perempuan. kembalilah menyusun barisan yang koyak diganyang jaman, kembalilah kepada buah pikir awal emansipasi, tanpa kontaminasi, tanpa kontroversi...

terus berjuang, para pendekar perempuan!

Thursday, June 3, 2010

retoris

"terus kita nikahnya gimana?"

tetap saja pertanyaan itu yang ia lontarkan kepadaku, pertanyaan yang sama semenjak lewat dua tahun menjalin hubungan penjajakan ini. pertanyaan itu sudah aku jawab berulang kali, tapi entah mengapa terus-menerus dipertanyakan lagi olehnya. pikirku, mungkin ia hanya memastikan dan mencoba meyakinkan dirinya sendiri dengan cara kembali bertanya kepadaku. manusia memang butuh diyakinkan, demikian juga pacarku ini, ia manusia dan butuh diyakinkan.

"pernikahan kan cuma tata cara, prosedur, jadi ya jalanin aja prosedur yang ada."
"tata cara yang mana? kamu ini ya, semua kayak sepele buat kamu!"

mulai menghardik kali ini ia, padahal aku menjawab seluruh pertanyaannya dengan kesabaran tingkat tinggi. keluargaku tidak mensyaratkan apa-apa untuk pernikahan ini, mereka hanya ingin aku menikah supaya hidupku jauh lebih teratur, itu pandangan mereka. keluarganya mensyaratkan banyak hal, prosedural adat dan agama harus dijalankan dengan lengkap dan uniknya mereka sendiri yang abis akal akan dengan tata cara agama apa nantinya pernikahan ini.

"kamu tuh ignorant banget, sih!"

dan dipersalahkan lagi sikapku kali ini, perdebatan panjang telah kami lalui dalam jangka waktu tiga tahun, hanya untuk sebuah tata cara pernikahan dalam agama. sungguh aku bukan tidak peduli, aku peduli dan karena aku peduli maka aku tidak banyak berpendapat, semua yang ia inginkan akan aku amini.

"ah, jadinya akan pake katolik atau apa?"
"kamu dan keluarga kamu lebih pilih pake apa, sayang?"
"aku ga tau, makanya kamu jawab dong..."
"jawabannya kan ada di kamu, sayang"

ia membisu kembali, menerawang mencari jawaban jauh di luar sana atas satu pertanyaan tak terjawab yang sesungguhnya dapat ia jawab pada jutaan detik yang lalu. laki-laki disampingku ini menghela nafasnya panjang, membakar batang rokok berikutnya, menegaskan guratan-guratan pada keningnya lebih dalam. sedangkan aku, aku hanya tersenyum sembari memindai tiap inci wajahnya, menggengam tangannya lekat-lekat dan menunggu jawaban atas pertanyaan retorisnya.

Wednesday, June 2, 2010

peranmu

peranmu ternyata cukup sampai di sini, kecil seperti tak berarti namun indah jika dihayati. ketika dunia ini disuguhkan dihadapku sedemikian rupa sehingga aku tak pernah menyadari satu unsur yang membuat aku tetap hidup, unsur yang terlupakan atau sengaja aku lupakan. unsur yang datang bersama denganmu dalam bilangan waktu yang tiada terduga.

unsur itu yang selama ini membuat aku takut akan keberadaannya, mungkin bukan pada niat dasarnya, namun lebih kepada pengejawantahannya, pelaksanaannya. terlalu jamak intrik yang hadir melebur didalamnya, itu yang selama ini menakutkanku. menghindar, menutup diri dan membangun benteng yang tak tersentuh oleh pihak asing, hanya itu yang dapat aku perbuat untuk menyelamatkan diri. terjangkit unsur itu dapat membuat aku gamang, hilang arah dan akal. pernah aku terjangkit satu kali dan setelahnya aku melindungi diri rapat-rapat agar tidak terjangkit lagi... sampai kamu hadir tanpa sebab.

kamu dan unsur itu ternyata melekat kuat tanpa aku sadari, aku pikir hanya kamu tanpa sang unsur, baru kemudian setelah entah kapan aku mulai menyadarinya ternyata aku sudah sungguh terpesona oleh keelokan unsur itu. kamu menghapuskan kengerianku akan intrik yang biasanya ada, entah mengapa bahkan aku tak kuasa menjabarkannya...

sungguh peranmu hanya itu dan jika kamu adalah utusanNya, sungguh Ia telah menyelamatkan aku dari diriku sendiri. kamu sudah membuat gerbang pada benteng keangkuhanku, kehadiranmu dalam satuan nafasku merobohkan keakuanku yang lalu.

aku tak akan menahanmu lebih lama, aku mengerti benar akan hal itu... karena peranmu telah usai, cukup sampai di sini.

teori

dan benar, jutaan teori yang biasa aku lontarkan pada seluruh sahabatku dalam permasalahan dengan kisah cinta mereka, memang sangat sulit untuk dilaksanakan. teori indah itu tetap indah bersahaja sebagai wacana. dari keseluruhan teori, doktrin yang tersulit untuk dilakukan adalah "membiarkan diri kita menjadi tega akan diri sendiri"; tanpa tapi, tanpa namun, dan tanpa penundaan.

ah, sial! mengapa hati selalu meminta negosiasi?!

Monday, May 31, 2010

cinta

cinta, aku mencintai kamu saat ini, sungguh hanya kamu dalam detik ini. tidak kuasa aku menepiskan seluruh rasa dalam lubuk, meski bilamana ditanya yakinkah aku akan kamu mencintai aku pula, hingga detik ini pun aku tiada pernah diyakinkan oleh semesta. namun apa peduliku pada semesta? aku hanya peduli pada kamu, hanya kamu, cinta.

tapi, cinta, jika kamu meminta aku untuk mengorbankan keseluruhan hidupku hanya untuk seorang kamu... maaf, aku terlalu egois untuk menanggalkan hidupku demi kamu... sekali lagi maaf, aku pastikan aku tidak bisa.

dengar cinta, aku dilahirkan sendirian dari rahim sang bunda, dan akan meninggalkan dunia ini sendirian pula, aku katakan kepada kamu.. aku tidak pernah takut sendirian untuk menjalani tiap putaran waktu pada bumi ini. walau aku harus menyiksa diriku dengan meniadakan kamu, sungguh cinta, bukan kamu sendiri yang merana karena di sini aku memeluk sengsara.

Wednesday, May 12, 2010

sendal jepit

kali ini saya sedang tidak berguna. setelah diperoleh dalam kurun waktu kurang lebih dua kali tiga ratus enam puluh hari, dan difungsikan dengan sangat bijaksana, baru kali ini saya tidak memberikan manfaat. terakhir saya dikenakan sekitar dua minggu yang lalu, kemudian... entah. saya adalah bagian kiri dan telah lewat dua kali tujuh hari ini saya mencari sang kanan. namun semakin keras saya mencari, semakin bergetar jiwa saya oleh sebab kekhawatiran akan tidak menemukannya.

apalah fungsinya jika saya sendirian. saya butuh sang kanan, bahkan tingkat kebutuhannya melebihi apapun yang pernah saya duga. saya bisa lebih lapang menerimanya andaikata sang kanan ditemukan koyak, jauh lebih baik dibandingkan ia sirna begitu saja, tak ditemukan.

saya limbung tanpa sang kanan, sang penyeimbang. ketika saya meradang karena panasnya matari tepat di titik nadir, maka sang kanan akan menceritakan banyak hal sebagai pengalihan konsentrasi saya yang tengah meradang. pula pada masa saya meredupkan pijaran, saat itu pula sang kanan hadir dengan pelitanya walau lebih jamak berdiam diri, namun ia ada di sana.

biar saya cari lagi sang kanan tanpa batas jenuh, karena jiwa ini sungguh hambar sepeninggalnya. atau setidaknya biarkan saya terus mencari, setidaknya itu yang membuat saya tetap hidup.

Tuesday, May 11, 2010

senja

aku tidak ingin membagimu dengan siapapun, siapapun itu, entah manusia lain atau pekerjaanmu atau bahkan seluruh kegemaranmu di waktu lalu dan yang sampai dengan kini. aku menutup mata dan telinga atas nilai kewajaran, sungguhpun hanya untuk sesaat dengan kamu. bahkan terlintas untuk menunda segenap kewajibanku pada duniaku yang lain dan lagi-lagi hanya untuk menikmati tiap senja denganmu. bahkan ketika sang senja telah amat lelah untuk tetap berpendar menghabiskan detik berlama-lama bertengger di batas horisontal bumi, aku paksakan untuk menyita waktu sedikit lebih lama dari hari yang lalu.

aku bersembunyi di balik kemelut, aku terdampar dalam lautan kesangsian dan aku biarkan kesemuanya mengapung tanpa dasar. sebab ketika seluruhnya menjadi tersangkut paut dengan kamu, berakhir pulalah segenap kesangsianku pada akan datangnya sang senja yang akan menemani aku dan kamu dengan kesempurnaannya.

sempurna seperti yang aku rasa tiap kali aku menelursuri kisahmu, menjejaki tapak-tapakmu, kesempurnaan yang sungguh aku cari dalam setiap manusia yang aku temui. sempat aku patahkan pencarianku dengan meyakinkan diri bahwa kesempurnaan itu hanya ada pada malaikat dan tidak pada manusia. dalam kerabunan akan pencarianku itu ditunjukanNyalah aku dengan kamu, bahwa pencarianku akan kesempurnaanNya sungguh nyata pada kamu. maka jangan pernah pinta aku untuk membagi kamu dengan siapapun, dengan apapun dan kapanpun! kali ini sungguh tiada negosiasi atas kamu.

namun senja kali ini sedikit berbeda untuk aku, sendiri saja aku pandangi sang senja yang merana pada batas cakrawala itu, senja ini terus berulang untuk aku... sementara mereka terus menggunjingkan kamu yang terus meratapi tiap senja di atas pusaraku.

perjanjian

kamu dimana? aku hanya ingin bersama detik ini. janji aku tidak akan merengek, janji aku tidak akan mengeluh dan janji aku pasti hanya akan diam memandangi tiap guratan wajahmu. bahkan aku berani janji tidak akan menyentuhmu sedikitpun, karena aku hanya ingin kamu ada di sini, tepat dihadapanku. temani aku kali ini, karena entah mengapa segalanya terlihat begitu berat. lebih berat karena aku mendramatisasinya, ya itu yang akan kamu tudingkan padaku, tapi tak apa, aku tak akan berkelit atau membantah atau mencari pembenaran. ujarkan semuanya kepadaku asal kamu ada di sini, dihadapku. walau aku tahu disisimu juga mengalami beban yang sama, lebih berat mungkin, tapi mohon berikan dispensasi dan toleransi untuk malam ini, asumsikan bebanku lebih banyak daripadamu kali ini. biarkan egoismeku mengambang mengawang di sini merasuki setiap pori-pori kita, menjalar dalam darah dan mengokupasi jantung dan pusat-pusat syaraf.

aku janji hanya untuk malam ini, sungguh aku berjanji pada langit dan bumi yang bukan milikku. aku janji tidak akan menyentuhmu, tidak akan merengek dan mengaduh, aku janji apapun itu asal kamu ada di sini, janji!

peliknya preparasi

"hai, kemana kita?" tanya saya padanya sesaat setelah menyamankan duduk saya di sebelahnya yang sedang membagi konsentrasi antara pertanyaan saya dan riuhnya jalan raya siang itu. "gereja paroki, abis itu kasih form ini ke gereja blok Q, hmm.. tapi ragu juga si gw, apa harus ke wacana bhakti ya?". detik itu saya pandanginya lekat-lekat, sepintas terlihat wajar, tapi saya yakin ada yang kurang, ada yang luar biasa. nah! betul kan.. "abis nangis lo ye?" reaksinya tenang menjawab celetuk saya, hal kecil katanya, hanya ingin sang kekasih ada bersamanya semalam, hanya untuk menemani bahkan tak keberatan jika hanya berdiam. namun kekasih tidak hadir, pekerjaannya tidak dapat dijadikan prioritas kedua kali ini, "untuk masa depan kita juga kan" ujarnya mencontohkan kepada saya.

sampai tiga jam berlalu semuanya berjalan dengan baik, cukup baik untuk hari ini. sampai kami bertemu dengan seorang wanita muda yang menjelaskan banyak hal tentang ini...

"rencana nikahya kapan, mba?"
"akan di paroki mba atau di paroki pacarnya?"
"ohh.. kristen atau islam, mba?"
"wah, masih lebih gampang kok... itu termasuk beda gereja, bukan beda agama"
"harus ada sertifikat hasil kursus, mba"
"kanonik mba namanya, tergantung waktu pastornya bisa atau gak"
"tapi dispensasi tuh lama loh, mba, dari uskup soalnya"
"terakhir baru pengumuman di paroki mba, 3 kali, mba, artinya 3 minggu"

"aduh, lama juga ya... bisa 3 bulan lagi ini mah" ujar saya padanya ketika kami kembali duduk menghadapi jakarta diguyur hujan. ketakutan saya bukan pada perutnya yang akan terlihat membesar saat upacara, namun lebih kepada kelelahan yang menjadi berlipat ganda ketika upacara ini dilakukan saat perutnya benar membesar...

Saturday, April 24, 2010

perempuan dan ayahku

Perempuan, apakah yang kamu katakan pada ayahku ketika kamu bertemu dengannya? Adakah kiranya rajukan atau senyum manis pengikat tersungging di manisnya parasmu kala itu. Kiranya kisahkan padaku seberapa kuat sentrifugal yang terjadi antara kamu dan ayahku, dimanakah ia berpusat, ayahku atau padamu? Sebab sepanjang pengetahuan nalarku sampai dengan masa ini, selalu pada dirimulah kesalahan itu aku hujatkan.

Adakah niat memiliki ayahku saat kamu perdana mengenalnya, adakah keinginan kuat dalammu yang menyesatkan kamu untuk membuatnya berpaling daripadaku? Seberapa dahsyatkah upayamu melarutkan kesetiaannya pada sakralnya pernikahan terjadi sesaat setelah kamu mengenalnya? Terlintaskah pada sisi perikemanusiaanmu paling dalam akan kehadiran aku di antara kamu dan ayahku? Bukankah kamu juga berayah atau setidaknya pernah berayah? Pula kamu berperan serupa aku dalam pohon keluargamu? Mungkinkah kamu pernah tersakiti terlampau parah sedemikian rupa sehingga kamu sampai hati padaku?

Atau, sungguh kamu sang empunya pasangan rusuk ketujuh yang terus dicari oleh ayahku dimana satu rusuknya bersemayam? Kamu yang tanpa tipu muslihat mungkin diwajibkan hadir di hadapannya agar ayahku sungguh menyadari kehadiran belahan jiwanya, seperti itukah peranmu, perempuan? Dapatkah kamu perlihatkan irisan garis nasibmu dengan garisku sehingga aku dapat mengerti peranmu atasku? Sungguhkah cinta sejati itu ada padamu dan ayahku? Lalu, mengapa perempuan yang aku sebut ibu juga memainkan lakon dengan ayahku? Dan, sebagai tambahan pengetahuanmu, perempuan, bukan ibuku yang tersakiti, melainkan aku!

Mungkinkah ayahku yang melarutkanmu karena tatapan teduhnya, karena bujuk rayunya, karena keberadaannya bersamamu dalam satuan waktu yang sama, dalam frekuensi yang sama? Atau, ayahku menjebakmu dalam pernyataan-pernyataan ambigu yang digubahnya sehingga kamu tak kuasa mengelaknya? Hal apa yang memberanikan jiwa raganya untuk pergi dariku dan melanjutkan sisa hidupnya bersamamu? Dan, kesemuanya terjadi pada saat ia hampir setengah abad menapaki jejaknya di bumi ini? Ironis...

Hai, perempuan, sungguh aku tak ingin menuduhmu berbuat kejahatan. Sungguh aku tak berniat mempersalahkan kehadiranmu dalam garis hidupku. Sungguh aku menggenggam erat jutaan pertanyaan tak terjawab pada cerebellum dan cerebrum ini. Serta, sungguh ucap terima kasihku ini padamu lebih banyak dari jumlah pasir di laut dan bintang di angkasa, sebab tanpa kamu, aku tidak akan menyadari begitu hebatnya cinta ibuku terhadap aku sehingga ia bertahan demi aku sampai jantungnya berhenti berpendar.

Tuesday, April 20, 2010

kamu dan kisahmu

tak pernah cukup pengetahuan hidupku akan kamu, sungguh tak akan pernah cukup. sebut saja dalam satu putaran syamsiah perjumpaanku denganmu belum mampu dikatakan setengah putaran. namun dramatisme kisah kasihmu telah mengabiskan energiku untuk terus mendengarkan. seakan sebuah alur pada telapak tangan, semudah itu hilang dan muncul kembali seiring dengan pemanfaatan dan perawatannya.

kamu dengan diandra saat itu, banyak tawa banyak tangis.. meskipun saat kamu dan diandra terlintas dalam benak, tanpa tuduhan untukmu, setidaknya ada rasa lain dengan bianda. jangan tanya padaku dari mana asumsiku ini, sebut sahaja asumsi liar atau jika mampu mengawamkannya, bahkan manusia bodoh di sekitar kita tanpa keraguan berarti dapat melihat tanpa selubung bahwa ada tatapan berbeda antara kamu dengan bianda. hiperbolis tawamu padanya, kehadiran ia setiap detik tepat di hadapmu, caramu bersapa dalam kesempatan sepersekian detik dan romantisme sentuhan kecilnya padamu yang kamu tanggapi dengan cara sedikit lebih dari wajar.

sampai pada suatu pagi, pagi yang sama dengan pagi sebelumnya.. pagi yang wajar seperti pagi lainnya untukku.. tapi sepertinya akan jadi pagi yang luar biasa setelah melihatmu dengan awan mendung berkecamuk dalam raut. lampiasan kisah menyerbu tiada henti, memaksa genderang telingaku tak berhenti bertalu tanpa kesempatan untuk menghela napasnya. kisahmu kali ini kembali pada diandra, ia menyelesaikan tugasnya untuk bersamamu.. sebentuk perang padri mungkin telah terjadi di bilangan paling barat pulau jawa ini, entah sehebat apa pertempuran itu, yang sepanjang pengetahuanku hal itu antara kamu, diandra dan bianda.. perebutan kekuasaan atas hati mungkin? atau hanya setampuk gengsi dan nafsu duniawi?

atas peperangan itu dapat aku jewantahkan hasilnya, kamu dan bianda semacam dua insan asing tak saling kenal, dan bianda hanya membungkam dalam tiap kesempatan bertemu tatap.. pelik rupanya. dan kamu, hanya meninggalkan ia tepekur di sudutnya, dalam yurisdiksinya.. tetap melenggang lekat dengan diandra. smoga kali ini tidak ada lagi dramatisasi yang berperan..

belum sempat aku menelan liur ini, kembali kamu berurai kisah.. pemaksaan kehendak kali ini. serupa siti nurbaya yang dibuat jadi menikah bersanding dengan sang dato maringgih.. kisahmu tak kalah menantang dengan pemaksaan menjalin hubungan dengan andara, dan mewajibkan pengakhiran jalinan asmara dengan diandra.. ciptaan kisah apa lagi ini darimu? dan kembali aku hanya dapat mendengarkan dengan seksama.. tanpa keluh tanpa saran.

andara, manusia sempurna di matamu kali ini.. tiada cacat cela, sempurna dengan dukungan orang tua.. lahir dari derajat yang lebih tinggi, lengkap dengan arogansinya. tetap juga kamu nyatakan ia sempurna dalam pengelihatanmu.. habis sudah diandra kau lewatkan dengan jeriatan diamnya, kini kau berkisah dengan andara.. tiap detik, tiap menit, tiap satuan waktu hanya andara mewarnai tawa dan sipumu. duniaku bertanya-tanya, akan berapa lama kali ini kamu dengan andara? sepenggal kisah tanpa arti akan berulang? atau akan semudah seperti kamu menghempaskan diandra?

janji-janji lembaga perkawinan kamu bumbung setinggi angkasa dari bumi, dalam hitungan satu per empat tahun kamu nyatakan akan mengakhiri kesendirian dengan andara.. masih terlalu belia pikirku, sehingga mudah berkata tanpa pikir tepekur. dan kemudian, kesah resah datang tanpa perintah, keluh dan murung kembali menghantuimu oleh sebab aroganisme andara.. apalagi ini, hentakku dalam diam. sedang kembali merapat pada pelabuhan diandra rupanya? atau ada lain manusia yang menyeret hatimu dari andara?

kisahmu pun terus bergulir kembali pada diandra, diselip tiap detik menghenyakan jiwamu pada bianda.. segalanya kembali pada rotasinya dalam waktu yang sangat singkat. sampai kemarin kamu benamkan diri dalam pelukku, meronta.. menangis.. menyatakan tak ingin jatuh cinta pada manusia manapun. dikhianati oleh diandra ucapmu, lelah dengan agresi bianda dan marah pada dinginnya andara.. sinetronisme apa lagi ini? karena tak seberapa waktu, alat komunikasi nirkabel yang tergeletak di mejamu berbunyi.. seiring dengan wangi semerbak menyeruak dalam ruangan.. ooohh,, windri hadir dengan senyuman khas mempesonamu yang sekejap kemudian menghapus air yang menetes tanpa henti dari matamu tadi..

dengan windri.. akan dibawa kemana kisahmu kali ini? dan drama apa lagi yang akan kamu hadirkan mengenai pengakhirannya? dapatkah aku menjadi tokoh antagonis mulai saat ini? karena aku sungguh lelah memerankan protagonis baik hati dan peyaran yang bijaksana.. dan sungguh aku lelah,, sangat bahkan.. ingin menemukan apa kamu sebenar-benarnya? karena padakulah rusukmu berada..