Saturday, June 12, 2010

ruang hampa

"Tolong bukakan jendela itu untuk saya, sesak sekali di sini"

"Kita hanya berdua saja di ruangan ini dan anda bilang sesak?"

"Ya, saya nyaris tidak bisa bernapas. Ada pintukah di sisi sana?"

"Haha ruangan ini tidak berpintu, tidak jua berjendela. Percuma anda meminta karena saya tidak dapat membantu apapun."

"Apa anda tidak merasakan sesak seperti saya? Anda aneh!"

"Saya aneh? Bukannya anda yang aneh? Tampaknya kesesakan itu berakar dari jiwa anda, sehingga fisik anda turut merasakannya."

"Ah, tahu apa anda tentang jiwa? Saya tidak sakit jiwa, ruang ini benar-benar sesak."

"Dasar keras kepala! Selalu saja menyalahkan hal lain di luar anda, padahal masalah itu lahir dari anda sendiri! Sudah 27 tahun dan tidak juga belajar mengenal diri sendiri. Penyangkalan lagi dan lagi."

terdiam...

Sebuah percakapan dengan nurani ini lagi-lagi diakhiri dengan diam. Batu karang ini telah terlanjur terbentuk demikian adanya.

4 comments:

  1. hmm.. ada apakah dengan ruang, kawan? jiwamu seperti beruang2 (ber-ruang) hahah.
    sesak bikin orang menghargai cara bernapas, ne. Napas tuh suka dilupain pentingnya karena udah terbiasa, spontan aja gitu. Tapi, buat orang asma yang pernah sesek, dia akan menghargai napas itu sendiri, meski bukan berarti jadi nggak ngerokok, ya...
    if you know what i mean, hehe

    ReplyDelete
  2. hehe cuma mau mengelompokan jadi ruang-ruang aja -i-.. tulisan yang ini si cuma mao nunjukin sisi keras kepala aja, haha kurang kena kayaknya yakk.. ga ketangkep maxut gw ya hehe..

    kembali berlatih kalo gitu hehehe

    ReplyDelete
  3. hahahha...
    setelah gue baca lagi ternyata udah jelas banget, guenya aja yang tidak berpikir ke arah sana, oon, hahaha...

    good work!

    ReplyDelete
  4. hahaha masa?? kamu ahh suka gitu, ga enakan menjatuhkan.. gapapa kok kalo kritiknya membangun hihihihi

    ReplyDelete