Saturday, January 29, 2011

jarak

jarak ini mencideraiku, dera yang ditawarkan tak ayal melukai perih telapakku. menorehkan luka baru setipis mata pisau yang entah sengaja maupun tiada maksud untuk tertera padanya. ia menumpukkan goresnya pada bagian telapak yang pernah terluka, mengulangi rasa pedih yang sama namum entah mengapa lebih terasa. panas yang disemburkan pada semburat awal, sungguh melebihi sengat yang pernah aku rasa. kemudian leleran merah berduyun-duyun keluar dalam ritme yang tak seragam, memadamkan panas menyengat sebelumnya. menyunggingkan senyuman tipis pada mulutku yang terkatup. sengat yang mula-mula kini beringsut terhapuskan dengan warna yang 'ku inginkan. lalu cecair merah itu terhenti, meninggalkan semburatnya pada kulit yang tak menyatu, memberikan ruang kepada semilir angin untuk menelusuk masuk pada dinding-dinding yang terbuka. kemunculan bisikan angin itu sejajar dengan krenyit di dahi dan guratan pada wajah, hanya untuk menahan pedih.. menyadarkan jiwa bahwa aku kembali tersayat, terluka dan terlupa.

buku-buku jari ini semula membiru, dingin tanpa teman. garis dan baris yang memenuhi wajahnya terlanjur menjadi runtutan monoton pada sang telapak. biasa tersendiri dan mengganjili, hingga aku kehilangan arti penting sang penyeimbang. dinginnya telah menjalar pada palung terdalam jiwaku. sampai pada malam yang biasa, tanpa rencana, menyergapku dalam kesunyian.

aku hanya ingin berbagi malam, berbagi langit buatan dengan taburan bintang artifisial ditemani alunan alat musik yang beraturan memanjakan telinga, meneduhkan hati yang selalu tergesa-gesa saat matahari tinggi. aku hanya bercakap sampai terlelap, tanpa permintaan muluk lainnya.. sampai pada kau berikan aku dekap dalam lelap. hangatnya menyeruak, memanggil satuan sel-sel sarafku dan memerintahkan sang motorik untuk bereaksi pada sang aksi. aku melebur dalam hawa yang tak biasa ini.. terlarut dalam sebongkah bangunan asing yang tak terlihat dalam kasat mata, aku mengalir tanpa arah.. hanya percaya tanpa siaga. mungkin aku terlalu lelah untuk terjaga, untuk terus waspada.. hingga tepat saat kau tawarkan sebilah dekap tanpa perisai keangkuhan, ia melumatku dalam keyakinan akan kamu.

saat ini kamu pada lintas benua dari keberadaanku.. jarak ini sungguh dapat meredupkan kilau logikaku. gemingmu di sana melahirkan serbuan ketakuatan akan sekelumit perubahan. pertanyaan bertalu-talu dalam rongga kepala, menusuk-nusuk tajam jiwaku yang semula nyaman, tolong kurangi jarak ini dan berhentiah diam! tahirkan aku dengan kembali di sini.. kembali pada letakmu, jangan bergeser, jangan tanggalkan aku meski aku hanya sebentuk lampiran. namun sungguh, kamu bahkan tak akan berharga tanpa lampiran.

kembalilah di sini.. hilangkan jarak yang membentang kejam.. kembali berbagi langit denganku, bercakap tentang kepastian akan dunia eksaktamu dan keabu-abuan akan dunia sosialku. mengalunkan petikan-petikan nada dinamik yang merambat dalam rongga pendengaran, mengecup gurihnya bebunyian yang dihasilkan oleh kekasih abadimu tanpa titik jenuh singgah dalamku.. pengertianmu yang tak berbatas menyita nyawaku untuk kembali memanusiawikan diri sendiri.. memantikkan pelita nurani dengan jerih payahmu dimana tindakmu itu serta merta memadamkan kejumawanku akan dunia soliter tempatku bernaung.

lepaskan jarak ini, bergegaslah kemari, jangan renggut nyamanku.. jangan dan tidak saat ini.


*inspired by you..

Tuesday, January 25, 2011

sandaran


hadapi aku kali ini, temani aku dalam kegelisahan akan pencarianku.. jangan tinggalkan aku seperti yang mereka perbuat, mereka menyerah atas aku.. sungguh mereka menyatakan diri telah menyerah dalam menanganiku. ujar mereka, aku terlampau tangguh untuk didampingi. hujat mereka, aku terlalu dinaungi angkuh, diam dan dingin. pula tak sedap dipandang, tak mampu dimengerti. seumpama fenomena gunung es.. sederhana dalam kasat mata, namun rumit tiada tara terselubung dengan angkuhnya dibawah permukaan air.

bertahanlah disini, skali lagi jangan tinggalkan aku.. tidak untuk sejenak, tidak untuk sedetikpun.. aku sungguh lelah membangun jiwa sendirian, aku lelah ditinggalkan.. aku sungguh menyerah untuk kembali mencari. bersemayamlah di hadapku, hingga aku dapat menyandarkan kecemasanku, keraguanku dan jutaan pertanyaan dalam kepala ini. menyandarkannya sejenak, mengandalkanmu untuk tetap disini, bukan untuk menjawabnya namun lebih kepada menunjukannya pada patok-patok kehidupan.

jangan menyerah, aku mohon.. aku sungguh sadar bahwa aku terlalu negatif, terlalu kawatir akan langkahku, tak pernah percaya pada hatiku dan segala bentuk pemikiran realistis.. nyata-nyata kesemuanya merupakan bentuk pertahanan diriku akan kerasnya planet bumi, penyangkalan akan ketakutanku atas pedihnya hati yang ditinggalkan sendirian.

aku paham bahwa esok hari bukanlah milikku, namun aku terlampau ngeri mengadapinya, hingga bertumbuhlah pengakalan difensif yang tiada terperikan. bahkan buah pikirku ini menyakiti diriku sendiri, menyergap asaku tanpa pedulikan aku. serangan terakhirnya padaku adalah khayalku akan kamu pergi meninggalkan aku seperti yang dilakukan mereka. aku meranggas setelahnya, mencoba bertahan.. kemelut ketakutan berlebihan mencengkramku, bahkan hal ini hanya buah pikir, tidak nyata.. belum terjadi, namun ia berjaya menyakiti aku dari dalamku sendiri dengan caranya.

'ku mohon bertahan untukku, bahkan pada saat aku tak mampu lagi bertahan dan telah kalah pada diriku sendiri.. biarkan aku bersandar padamu tanpa tenggat waktu.



*i trust you.

kekejamanmu


semerbaknya dapat aku kecap walau jaraknya sejauh fatamorgana di hamparan gurun pasir yang renta. jiwaku masih menikmati hadirnya dalam tahapan ini. walau kerusuhan di sana-sini kadang menghujam kejam dan kekawatiran menyeruak dalam waktu-waktu tak terduga. terus saja aku bertahan dalam terpaan hawa panas gurun yang kian lama kian menyerap cairan tubuh. sejajar dengan perolehan dehidrasi pada asaku, menyesakkan.. sungguh menyesakkan.

jejak tapakku tak lagi serupa, demikian cepat menghilang disapu angin pembawa butiran pasir. bahkan aku tak kuasa mengingat bentukan jejakku satu langkah yang lalu. tak pantas rasanya menoleh ke belakang, sama tak pantasnya untuk memikirkan sebentuk pijakan kakiku pada satu langkah berikutnya. aku hanya dibolehkan menelaah sejenak sisa pijakan ini untuk kemudian meninggalkannya tanpa terdeskripsikan, tanpa sempat menggelayut di bawah sadar.

dengan hamparan pasir hampa ini, sungguh aku tak memiliki masa lalu, pula tiada harap akan masa depan. gurun ini hanya menerpakan angin nan panas pemecah kulit, memberiku banyak matahari tanpa aku pinta dan dengan setia menyediakan kefatamorganaan di pelupuk mataku.

sungguh peradangan luar biasa atas hati dalam perjalananku kali ini. gurun ini menawarkan dirinya dengan lapang, jujur di setiap keberadaannya. kerasnya hawa yang mencekik di siangnya berbanding terbalik dengan amplitudo suhunya di malam hari. dua wajah yang sama sekali tiada aku pahami, asing.. masih tetap asing untuk penggalan hatiku. sementara ia hanya ingin aku tetap berada dalamnya, menorehkan seluruh energi positif yang telah lama sirna pada dirinya. menyerapnya dari hatiku tanpa menampikkan egonya yang tiada peduli akan sisi negatifku dan segenap kekawatiran hatiku.

gurun ini dan kesempurnaan alamnya mengajarkan aku untuk mengeraskan hati. menyingkirkan naifku akan mimpi-mimpi kasih sejati, kembali membuatku tidak memiliki masa lalu dan masa depan.. ia mendidikku akan hari ini saja, kebaruan akan dirinya pada setiap harinya selalu mencengangkan aku,, menjauhkan aku akan kenangan terhadapnya pada hari kemarin dan menyadarkan aku untuk tidak banyak berharap padanya untuk esok.

dengan senyum ini terus saja aku ingkari kelelahanku, menelusuri teriknya pasir yang tiada berkesudahan. keluahanku akan menjadi kesia-siaan, ia bahkan tak dianugerahi indera pendengaran demikian pula dengan hati. gurun ini telah meletakkan hatinya jauh pada hari lalu hingga ia tiada merasa apapun terhadap kecemasanku. kerasnya alam yang meliputinya telah mengikis kelembutannya, menyisakan ketidakpedulian akan penyiksaannya akan hatiku, sadar ataupun tidak, ia sungguh menyakitiku dengan sangat.

dan aku, aku tak ingin beranjak daripadanya. aku akan bertahan dalam terpaan kekejaman badainya dengan sisa hati yang bersemayam dalam relungku. dengan sejumput asa agar hatiku dapat ditukar dengan hatinya hingga ia kembali berasa, tidak untukku.. tapi untuk pasangan jiwanya.

lalu aku? bahkan gurun ini tidak pernah peduli akan kesedihanku..

Monday, January 17, 2011

monoton

Adakah seseorang atau sesuatu dalam ruang fana dan maya ini yang dapat menjawab sekelumit pertanyaanku akan keberadaanku? Hariku berotasi dalam suatu garis lurus tanpa hilir, di tiap sisinya hanya terdeskripsikan dengan gambaran monoton yang berulang, berulang dan kembali berulang. Bila pun pengelihatan ini kembali direnggut oleh sang empunya, sungguh aku tak akan menggugatnya. Ambillah, sebab aku sungguh hafal akan setiap sisi dari garisku ini. Semudah itu sejak aku menjajakan nyawa dalam fana ini dan ditinggalkan oleh kedua perisaiku.

Mohon jawab tanyaku, bahkan dalam hal yang sungguh terus aku lafalkan ini segenap inderaku tetap bersandar pada gemingnya kesadaran. Benak ini tiada hentinya mengokupasi segala tindak, menelaah tiap sudut bajik dan anarkiku. Keangkuhannya dapat menerka rekam jejakku bahkan untuk jejak yang belum ‘ku pijak. Sungguh aku tak pernah bersua dengan kebaruan, benak ini mengikat erat setiap warna yang telah ditoreh pada lembaran rasa. Memenuhi satu halaman, mematrinya dengan sempurna, tanpa kemampuan untuk menghapuskannya.. tanpa kemampuan untuk membalik pada halaman berikutnya.

Benak ini tetap mengotori lembar yang sama, mengulangnya dan berulang.. monoton, melelahkan. Ia menepiskan asa, mematikan rasa.. dan aku? Bahkan aku tak bernyali meronta. Terkapar di sini dengan tatapan nanar tanpa harap. Benak ini benar telah memperluas wilayah jajahannya atas aku. Menyihir aku dengan pengulangan yang tak terperikan. Menampilkan wujudnya dalam satuan warna serupa, hitam dan putih. Hanya hitam.. dan putih..

Satu dari keseharianku dengan sang benak yang telah terbiasa ‘ku kecap ini menggugah asaku, kilatan cahaya menghardikku dalam kelembutannya. Ia hadir dengan lampiran warna asing pada jendela jiwaku, memperkenalkanku pada merahnya amarah, hijaunya dekapan, birunya hati, jingganya percakapan, dan tatapan mata yang magenta.

Keberadaanya dengan sempurna menambahkan warna pada lembaranku. Menyempurnakan torehanku dengan sapuan warnanya, menggugah kegalauanku dari hari lalu dan menukarnya dengan jutaan harap. Ia sungguh sempurna dalam satuan napas lengkap dengan kejumawaan, kemarahan, keluhan, kerumitan dan ketidakmampuan untuk diterka. Seketika kenyamanan menyeruak dalam keakuanku, menindas egoku kemudian meninggikan khayalku.

Tinggallah dalam aku, setidaknya sampai angan akan ajal memanggilku untuk kembali. Meski akirnya ia akan menjadi monoton dalamku...

Friday, January 14, 2011

terguncang


berapa banyak waktu yang kamu butuhkan untuk membuatku jatuh? tujuh kali dua puluh empat jam? setepat kamis kemarin bersua lagi dengan kembarannya pada satuan minggu yang berbeda? tidak.. sungguh kamu telah berjaya, membuat aku porak poranda dalam hitungan sebaris kalimat. sebaris kata asing "i guess i still have"

barisan huruf yang tersusun dengan jumawanya itu telah menghentikan kembali putaran jiwaku. menghardikku tanpa tepi, tanpa tanda-tanda kemanusiaan sebelumnya. hentakannya sungguh identik dengan kehadirannya pada saat mula-mula. pesonanya yang lalu dapat menghentikan rotasi duniaku, kini hadir dalam serpihan huruf singkat, sesingkat "i guess i still have"

kejahatan apa yang telah 'ku perbuat sehingga kepedihan semacam ini yang wajib 'ku tanggung! lupa akan apakah aku hingga dunia mempermainkan aku! tahap pembentukan apa lagi yang dilakukan pandai besi kali ini terhadap aku, sampai hati ia menyesahku tepat dimana aku menjadi sang excalibur.

kini aku kembali tertunduk, kalah dan salah.. hamparan rasa termalukan menjadi santapan pengelihatanku saat ini. diiringi lantunan cercaan pada benak yang terus berulang mendoktinisasi bawah sadar. lengkap dengan degup gugup untuk terus menghancurkan tingkap-tingkap harapan yang terlanjur porak poranda akibat ulahmu.

keaphaanku kali ini telah melanggar hak kaumku sendiri. sungguh aku telah berada pada koordinat terendah dalam kemanusiaanku.. maafkan aku, perempuan.

*pic taken from google

semesta

aku terjerembab dalam sebuah keharuan semesta, membeku dalam lidah-lidah api yang kian menghangatkan biduk. semakin aku meronta semakin pula aku melesak kedalamnya. stalagnit dan stalagtit pada semesta ini menggugahku, memaksa indera berkarya optimal, berakselerasi pada ujung-ujung syaraf serasa aku menyatu dengan keharuan yang membirukanku ini.

relung penyusun semesta ini mengadaptasikan dirinya padaku. mendekap pada saat yang tepat dan mengendur ketika jiwa ini merasa terancam. semesta ini melindungiku dengan caranya sendiri, tanpa banyak menggugat, tanpa sibuk bertutur. ia sepertinya memang harus ada, ada untuk kembali menyadarkanku untuk bersandar, ada untuk meyakinkan aku kembali percaya pada rapuhnya hati yang terlalu piawai 'ku jaga. kerapuhannya tak akan tahir bila terus saja aku tahtakan di sana. hati itu harus kembali pada sang hulu, seberapapun rapuhnya, ia harus kembali terjaga. ya, aku letakkan kembali ia pada semesta.

dalam ribuan detik yang terlewati, hati ini aku semayamkan disana, tak tanpa perisai dan tanpa pedang, tepat di tengah semesta. sempurna dengan segenap luka dan sisa bilur kepercayaan yang terpatri dalam palungnya. meletakkannya pada semesta sembari terus aku mengawasinya sejauh jangkauan meriam dan mortir.

aku sejarak itu dengan sang hati, menatapnya tanpa lelah, terus berjaga.. namun lelehan air mata ini tak tertahan, oleh sebab rasa takut yang menyeruak di pelupuk. kekhawatiran melenggang dengan gemulainya pada buah pikirku.. sang hati telalu lama terlindungi dalam nyaman, kini harus bergeming dalam kerasnya semesta.. akankah ia bertahan? mampukah ia kembali terluka? terlunta!

andai aku sanggup, sungguh aku akan berlari dan kembali menyelamatkannya. meraihnya dalam diam dan mendekapnya tanpa batas.. hanya untuk memastikan ia terselamatkan dari ganasnya sang semesta.

namun di sini aku, sejarak dengan sang hati.. hanya dapat menatap dan meratap diselip bisikan-bisikan doa agar hati tak tersentuh nelangsa.



*pic taken from google

Sunday, January 2, 2011

me, me and yaa

For all those years have passed, I simply be me.
The me that somehow I know it well.
The me that I love most.
The me that sometimes I don't understand.

They know me that much, each of them with their heart.
The way I talk, the way I mad, the way I laugh, the way I surrender, the way I high, the way I down, the way I die, and the way I drop.

And now I've met them all in a person.
Letting me in, letting you know me.
Letting me feel, letting your hug.
Letting me laugh, letting you take the part.
And I have you since then.

I do hate you simply bcoz you are so me!
I keep myself alone and need nobody.
I trust myself that I don't have any twin soul.
But my heart stopped by the time I see your mind.
I met my alter ego inside you.
I finally found myself as an angel with one wing and the other one is right at your back.
I found the part that I missed.

I've found you! Could you stay,, like forever.. in my mind?


*thx to grass that so insipiring :D