Friday, March 9, 2012

ever


sudah aku bilang jangan mendekat! jangan pernah mendekat.. aku ini asing, lebih asing dari asteroid yang terhampar pada semesta. lebih aneh dari alien yang banyak digunjingkan anak manusia. bahkan aku merasa asing pada diriku sendiri. tak mengenal, tak pernah mengenal apalagi mengerti. ujarku sekali lagi, bahkan aku tidak pernah mengerti diriku. lalu mengapa kamu mendekat? untuk apa? atas perintah apa? untuk hadir dan disakiti olehku? karena tiada hal lain yang akan kamu peroleh selain sakit. semakin jarak ini menghilang di antara kita, semakin sempurna rasa sakit itu terpapar jelas padamu.

manusia ini terlalu terbiasa sendiri, mengalir tanpa arti. mengindari nyata dengan restu sang kuasa. membiarkan seluruh nyata jadi abu-abu hanya semata terkungkung rasa takut yang teramat hebat akan nyata sehingga aku terikat pada fana. terlampau jengah berinteraksi, menjauh dari reaksi atas aksi, memilih kebendaan mati yang tak akan bereaksi meski himpitan aksi telah dilimpahkan bertubi-tubi. terlalu lama dalam sepi menghasilkan kesempurnaan akan sebuah kata.. egois.

baiknya kamu perhatikan benar hari ini. hari dimana hujan yang sama hadir pada dua bulan yang lalu. hari yang sama dimana aku memutuskan untuk menjadi larut dalam gerimis berharap ia dapat menyembuhkan keterasingan dari orang asing ini. hari yang sama dimana aku menyakitimu lebih dari yang lainnya. situasi yang serupa yang mengakibatkan aku menyakitimu lebih kali ini, lebih dari hari itu, dua bulan kemarin. keadaan dimana aku meminta lebih, lebih dari umumnya yang pernah aku pinta. keadaan yang manusia lain menyebutnya sebagai keegoisan, memegahkan diri sendiri tanpa peduli akan kamu.

lihat hari ini, ketika aku mendefinisikannya sebagai kerinduan yang melampaui titik nadir, tanpa sadarku batas toleransi juga telah terlampaui. hilang ditelan egoisme manusia yang tak dapat dimanusiawikan. seberapa aku telah menyakitimu dengan niat hari ini. tanpa sejumput pengertian membuatmu ada dan harus ada. tanpa sudut kepedulian akan keadaanmu yang sulit, jauh lebih sulit karena keinginanku ini malah menyudutkanmu pada tingkap kesulitan yang optimal. torehan kerinduan ini pupus dalam pengertianmu yang melebihi batas asa dalam getir perlawanan akan panasnya raga yang melemahkan sinar matamu.

lalu aku hanya dapat menggelontorkan kata maaf yang tanpa arti. beroleh hasil negatif pada keberadaan hati yang membumbungkannya kepada pemikiran. menyakiti diri sendiri adalah jawaban terakhir sebagai pembuktian bahwa egoisme yang menguasaiku hari ini telah menyakitimu. kesalahanku untuk kesekian kalinya atas kamu. tergoda akan benda tajam yang dapat menandakan kesalahan sebagai luka, godaannya melebihi keinginan akan alkohol dan nikotin yang merupakan bagian dari keseharian yang biasa. luka kamu atas aku harus sama jadinya pada diriku, itu disebut balasan setimpal dan sepadan oleh doktrinisasi kepalaku. menandai diriku sendiri akan kesalahan fatal yang aku lakukan atas kamu, berharap sebagai pengingat yang sempurna sehingga aku tak melakukannya kembali.

lihat ini, camkan hebat pada bawah sadarmu, bahkan ketika kerinduanku menyeruak, aplikasinya tak lain hanya melukaimu dengan parah.. maka pabila untuk kemudian kamu menyerah dan mentahbiskanku kembali pada keterasingan, sungguh aku dapat pahami, sayang, sungguh...


*0903
*pic taken from http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc1/hs218.snc1/8531_1187094955171_1162226839_30562289_7904190_n.jpg

Thursday, March 1, 2012

...

apa ini? tanpa sadarku ternyata benda ini sudah tergeletak saja pada telapak tanganku. mengenali bentuknya saja aku tak mampu. memperhatikannya lekat-lekat tanpa mata sempat mengerejap. aku angkat tangan ini tinggi-tinggi, tepat di bawah terik cahaya, berusaha mengenalinya dalam terang. benda asing ini aneh, tak biasa tapi tak pula luar biasa, berdenyut-denyut seirama dengan detak jantung pada rongga. melelehkan cairan yang kemudian hilang terserap pori. apa ini?

lalu aku putuskan untuk melepaskannya dari telapak ini, meletakkannya dengan tenang pada meja kerja, tempat segala keresahanku terserap segenap dokumentasi. di sini aku tak pernah merasakan kesepian, tumpukan korespondensi ini menemaniku dalam pikuknya hidup, merobohkan batas sunyiku pada diriku sendiri. melunakkan getirnya pencarian akan jati diri. dan keputusanku meletakkannya di meja ini adalah kesempurnaan akan hari ini dan hari berikutnya. sampai kemudian aku temui bahwa itu adalah kesalahan. entah benda apa ini. ia rapuh. hancur berkeping dan mati di atas meja kerjaku.

kejap berikutnya kembali aku meraih serpihannya, meletakkannya kembali pada telapak. lalu ia berdenyut, berdegup, kembali seirama dengan gugup. mengumpul dan mengepul tanpa kendali, bergegas mencari bentuknya mula-mula. sungguh aku dibuatnya luar biasa takjub. apa ini sesungguhnya? detik yang lalu ia luruh, kini ia bernyawa. apa ini? mengapa ia mengejutkanku tanpa sebab?

ia beralun bersamaku di kemudian hari, menemani sibuknya siang, bersama dalam temaramnya senja dan mengintai pada pelukan malam, untuk kemudian menyapa pagi dengan ramahnya. perannya nyaris mampu menggantikan rumitnya korespondensi dengan kerinduan yang tersembunyi. mengendap-endap pada untaian sisi dunia, menjadikannya variable baru, infiniti. aku menempatkan jenis ini pada tersier, kasta terbawah dari strata kehidupanku, sampai benda ini ada dan menyergap rutinitasku.

apa ini? kembali kemudian aku bertanya-tanya. apa ini? apa ini yang menyelamatkanku pada pikuknya kesendirian? mengenaliku pada sebuah kata -ditemani-. lalu, apa ini?!!