Thursday, October 7, 2010

Bung Karno dan Jakartaraya

kamu tahu bahwa bumi sedang marah? kamu sadarkah melihat bahwa semesta sedang berada pada puncak emosi tertingginya? kamu acuhkah akan langit yang enggan bercerita pada kita? melipat wajahnya menjadi seribu, memerahkan matanya, mengerutkan keningnya dan menyiniskan tatapannya pada kita?

bung karno pernah menyuarakan buah pikirnya pada sebuah buku, buku arsitektur lebih tepatnya, beliau bangun monumen nasional dengan maksud akan menjadi batas tertinggi mencapai cakrawala jakartaraya. bagian tertinggi pada ibukota ini dan sebuah pelarangan akan bangunan lain di kemudian hari. tiada satupun diperbolehkan untuk melampaui monumen nasional yang ditempatkan di pusat kota ini. pelarangan ini sungguh bukan tanpa alasan, penjabaran berikutanya lebih kepada perkara struktur tanah jakarta. tulisnya, jika dianalogikan maka tanah jakarta ini tak ubahnya dari batu apung, berlubang disana-sini. sehingga menurut ilmu pengetahuannya dimana apabila bangunan dibuat menjadi pencakar langit, maka dibutuhkan pondasi yang lebih dalam merengkuh tanah, dimana ketinggian bangunan dan kedalamannya berbanding lurus.

struktur tanah jakarta yang berlubang-lubang ini, tanpa ditanamkan gedung-gedung pencakar langit nantinya juga akan menjadi amblas oleh sebab jumlah air tanah yang akan habis dikonsumsi oleh penduduknya. selain itu intrusi air laut juga memperparah turunnya tanah di jakarta, jadi bila ditambah dengan para pencakar langit?

kesempurnaan ini sudah berasa saat ini. air tanah yang menipis di bagian barat dan utara sampai sebagian pusat yang tidak lagi menikmati air tanah. runtuhnya jalan raya akibat tanah yang amblas ditambah hujan yang tak berkesudahan melengkapi kejayaan jakarta. lalu, dapat apakah kita? merenung, menyesal?

mungkin bung karno terlalu pelit terhadap penerusnya sehingga beliau tidak memberitahukan tujuan dibangunnya monumen nasional itu kepada diktartor suharto. atau sebenarnya sudah diberitakan namun tak diindahkan oleh suharto? atau secara makro, manusia jakarta ini yang memang tidak suka membaca.. membaca sang semesta, setidaknya.

No comments:

Post a Comment