Sunday, November 18, 2012

kelumit kemelut

Lalu zona nyamanku diusiknya. Ekspresitas yang melekat pada ikatan-ikatan kromosom ini, ditariknya dengan paksa. Tidak muluk dengan bahan kimia ajaib yang sulit dijewantahkan.. Tidak rumit dengan istilah antariksa dalam astronomi semesta.. Hanya secuplik bisikan tapi cukup membuat kikuk dan hilang arah.

Lalu aku bergumul dengan batang terakhir di tangan ini. Hijau hitam kini berganti biru hitam, dalam kikuk belum juga aku putuskan untuk menhabisinya begitu saja atau menyimpannya untuk hari esok. Pintanya kembali menggeliat dalam tingkap kesadaran tertinggi. Kembali menusuk-nusuk egoku tak tentu arah. Menyesakkan, sangat!

Baiknya aku coba kali ini, kembali memasukan batang terakhir pada kotaknya.. Merelakannya untuk kembali mengalihkan konsentrasiku esok hari dan bukan saat ini. Pergumulan ini dimulai lagi, jeritan darah membahana terus meminta untuk aku jabarkan tuntas malam ini. Setidaknya untuk menenangkanku pada fase ini, seperti biasanya, adiksinya sungguh lebih dari dugaanku. Derunya makin memburu, kali ini jantung yang menggugat. Mengalahkan nurani dan otak sebagai pengendali utama jiwa raga. Kembali aku keluarkan batang terakhir ini, dan "klik"...

Perang apa ini? "klik" itu mengalahkan aku tanpa prasyarat. lebih rendah dari kata "menyerah".

Perang ini sungguh sudah dimulai, diawali dengan kekalahan nyata atas aku. Aku bergeming tepat di hadapku dalam kelugasan yang tak pernah aku miliki. Kini aku bergelut melawan ekspresi, harus membungkamnya sampai pada perut bumi, membiarkannya lenyap bersama nyamanku. Minor, madani yang terpinggirkan.

Kejayaannya membalikkan keadaan dalam ekstrimitas manusia biasa yang tak biasa. Aku merelakannya merenggut yurisdiksiku tanpa perlawanan. Menjadikan aku seolah benda asing. Pahit ketika introversi merebak, mengokupasi hati yang terproyeksi langsung pada aksi.

Aku kembalikan batang terakhir itu, menyisakannya kembali bertemu dengan sang fajar. Tersungkur dalam diam di tengah kecamuk nurani yang memaki. Namun sungguh, jangan salahkan aku bila gugatan perubahan ini menjadi permanen. Sebab hati, bahkan, adalah rangkaian kromosom yang diusiknya dalam lembutnya gugatan itu.

No comments:

Post a Comment