Sunday, March 13, 2011

karyaku, katamu

Perbincangan malam itu masih tertoreh pekat dalam rongga ingatanku, malam dimana aku berhadapan dengan sisi lain kamu. Sisi yang tak pernah aku sangka sebelumnya, tidak sedetikpun terlintas dalam ruang khayalku tentang kamu. Ketegasan yang didominasi kegetiran meraja pada pilihan kata-katamu untukku malam itu.

Serasa bercakap dengan orang asing yang dalam tiap bulir kalimatnya menjatuhkan dan menyingkirkan kemanusiaanku. Sesahmu terhadapku sungguh tak terperikan, menyisakan luka lama yang menggelayut abadi dalam alam sadar dan bawah sadarku. Penghinaanmu atas aku mungkin kamu ujarkan tanpa sadar dan tanpa niat dari liang hatimu, namun sungguh, setiap kata dan gerak ekspresimu telah terpatri sempurna sebagai perendahan akan harkat dan martabatku sebagai anak manusia.

Mungkin aku memang bukan apa-apa bagimu, hanya sepintas rasa penghibur dalam malam kelammu yang tanpa teman. Sehingga kamu bercakap semudah ini padaku..

"Jadi lo maonya apa? Jangan bilang lo ga tau mao apa, mendingan mati aja lo kalo ga tau maonya apa."

Hardikmu itu terngiang hebat sedemikian rupa sehingga menjatuhkan sejuta harap yang telah aku ukir dalam temaramnya langkah kehidupan. Senaif itu aku berpikir kamu juga menyayangiku dan berharap ini bukan rasaku sendiri. Menyedihkan.

Lantunan kejumawaanmu kamu lanjutkan dalam beberapa baris kata serupa ini..

"Buat apa curhat sana-sini di twitter kayak sampah, tulis di blog supaya banyak orang tau kalo lo kenapa-kenapa? Gw ga butuh kayak gituan, gak ada hasilnya."

Kamu tahu, sayang, kamu boleh melihatku jatuh. Sungguh aku perbolehkan kamu berada dalam koordinat tanpa helai benang pembatas yang terlampir pada diriku. Bahkan atas keseluruhannya itu, kamu sungguh memiliki hak untuk tidak menyayangiku sama sekali, karena kamu manusia bebas sama seperti aku yang sama-sama beryurisdiksi. Namun untuk menyudutkan karyaku sampai di bawah titik nol? Sama artinya dengan kamu telah melanggar batas eksklusivitasku, mengokupasi yurisdiksiku dan mencarut-marutkannya seakan itu wilayah jajahanmu.

Percayalah, kasih ini akan tetap sama meski dalam kediaman. Rupawan benakmu akan terus berjaya atasku, serupa keagungan sabuk orion yang menerus aku puja. Tapi jika terus saja penjajahan ini tak berkesudahan, aku katakan padamu, gerilya karyaku tak akan pernah mampu kamu hentikan. Bahkan hingga lelah okupasimu di atasnya, hingga kembali berdebu dalam ruang ragu.

Pembuktiannya akan terjadi dalam satuan angka manusia. Bila masa itu datang, ia akan menghampirimu tanpa dendam, dengki maupun amarah.

No comments:

Post a Comment