Saturday, February 19, 2011

nurani

hp ini berkali-kali menjerit, menyisakan kedipan berwarna merah pertanda peringatan adanya pesan. aku meliriknya sesekali tanpa keinginan untuk meraih dan membacanya. tingkat kepedulianku sudah sampai di titik nol, dengan asumsi bahwa pesan ini dari orang yang sama. aku meraih gelas berisi kopi dan kembali membakar rokok, tepat saat hp itu berbunyi lagi. kali ini ia menelepon, mungkin karena keheranannya oleh sebab aku tidak langsung membalas seperti biasanya.

untuk apa aku menjawab kesemuanya, kembali mendengarkan keluh kesahnya, membuang waktuku yang terlampau berharga hanya untuk perkara yang sama, kisah yang sama dan kepanikan yang sama. kalau saja ia cukup berakal, bahkan aku telah menjabarkan segenap gagasanku akan perkaranya, resiko yang mungkin terjadi, pertimbangan untuk bertahan atau untuk menyerah. namun tak satupun yang dilakukannya, ujarnya ia hanya ingin menikmati kebahagiaan dalam kepelikan ini. dan baiknya aku biarkan saja ia berenang dalam luluknya sampai kehitaman melegamkannya.

lagi-lagi ia datang kembali dalam kebingungan, dalam kegalauan yang jelas-jelas telah aku jewantahkan dengan lugas sebelumnya. mengeluh tiada tepi tentang keinginannya untuk bertahan pada kekasih barunya namun tak pernah ingin meninggalkan legitimasi perkawinan. ia ingin keduanya dan sungguh itu mengusik tingkat nuraniku yang terdalam.

"kenapa lagi sih?" jawabku saat akhirnya 'ku putuskan untuk menjawab panggilanya.
"gw bingung, suami gw tau tentang hubungan gw!!"

"ya udah sih, balik ke suami lo dan tinggalin dia"
"lo kenapa sih? galak amat"

"gw cape denger lo"
"maaf ya.."

"gak usah minta maaf ama gw, bukan gw yang lo sakitin. suami lo itu."
"gw bingung beneran deh"

kemudian aku biarkan dia berceloteh dengan keluahan yang sama, aku biarkan telinga ini memanas karenanya. setiap untaian katanya menusuk-nusuk nuraniku kali ini. pemakluman atasnya sudah amat terlalu, aku telah mewajarkan hubungannya demi sebuah kesenangan dan kenyamanannya. tak mengapa sebab itu merupakan hak pilih dalam sekali putaran hidupnya, selama pelaksanaan hak itu tidak melanggar hak suaminya. kini ia sungguh telah melawan batas hak dengan sepengetahuan sang suami. menyakiti dengan sangat dan menjatuhkan harga diri sang suami sampai pada inti bumi. kemudian ia bertahan membela sampai tetes nafas terakhirnya untuk kekasih barunya.. sungguh bahkan ia tidak tahu apa untuk apa ia berjuang, sedang sang kekasih telah menyerah untuk bersamanya. fatamorgana yang ia pertahankan kali ini sungguh amat menyesakkan aku.

jujur, aku bukan malaikat, juga bukan Tuhan, aku juga melakukan dosa yang sama. sungguh aku juga pendosa.. pengulang dosa-dosa yang sama bahkan. namun pendosa ini masih bernurani sedikit lebih banyak daripada kamu untuk hari ini.

lalu telepon gengam ini kembali menyalak, aku meraihnya dan menyapa lawan bicaraku dengan hangat...

"hey sayang, aku udah di cafe yang biasa yah, kamu udah jalankah?" tanyaku lembut
"honey, suami kamu dateng ke kantorku sore ini. and we've talked, he knows about our affair, hon."

No comments:

Post a Comment