Wednesday, February 16, 2011

jantungnya

tepat seminggu yang lalu dalam dua hari berturut-turut ia tersedu di ujung sana. bahkan getar nadanya masih bertalu-talu dalam gendang telingaku ini. dukanya luar biasa tak terdefinisikan oleh aku, tanpa banyak menceramahi pun aku hanya dapat berujar sabar dan memompa sedikit semangat untuknya. harapku, semoga saja terlintas butiran semangat itu pada nyawanya walau hanya sejenak.

suara yang nyaris sama kembali hadir pada telinga kananku, sesaat sebelum aku beranjak dari kediamanku untuk mengumpulkan kembali jiwaku yang tengah terserak. getar suaranya masih sama namun kali ini terkobar ketegasan dan permohonan agar aku tinggal bersamanya malam ini. tanpa getaran keputusasaan itu aku pun tak pernah menolaknya, terlebih saat ini dengan getirnya getaran itu.. aku urungkan segala niat dan rencana, kini aku ditemani secangkir kopi menunggunya.

ia menyerahkan jantung yang masih berdegup dengan irama tergesa. diletakannya di atas meja, tepat bersebelahan dengan kopi dan asbak yang mulai penuh, sembari berujar bahwa ia tak memerlukannya lagi, bahkan aku dapat membuangnya begitu saja tanpa permintaan darinya untuk dikembalikan. jantung, sumber segala nyawanya diberikannya kepadaku, kerumitan wajahnya seakan dapat menjabarkan segala pelik yang dihadapinya belakangan ini.

ia menyandarkan punggungnya, membakar rokok dan sesekali menghirup kopi hitam yang disuguhkan oleh pelayan rumah kopi ini. sepanjang pengetahuanku atasnya, bahkan kopi susu dapat menyakiti lambungnya dengan sangat, kini ia melahap kopi hitam? rupanya ia ingin merasakan kesakitan lain pada fisiknya untuk mengalihkan kesakitan utamanya. biarlah, jika itu mampu menenangkannya...

aku meraih jantungnya, terlalu miris melihatnya berdegup di atas meja. meraihnya dan membungkusnya dengan bajuku, seharusnya ini ia serahkan kepada satu dari dua lelaki yang mencintainya dengan sangat. semestinya ia cukup memupuk keberanian untuk memilih sebelum datang masa ini dimana ia pada akhirnya ditinggalkan oleh keduanya semacam yang terjadi saat ini. tiada sepenggal kata pun terucap dariku.

setelah habis gelas ketiga, ia meninggalkanku tanpa pesan. ia berlalu dengan senyum tipis dan menghilang di kerumunan manusia. aku kirimkan sebait pesan pada telepon nirkabelnya, apapun keputusanmu atas jantung ini, aku tetap ada di sini, sahabat, pada koordinat negatifmu, menjaga jantungmu meski keduanya meninggalkanmu.

No comments:

Post a Comment