Sunday, December 11, 2011

luruh


Bungkus ke empat baru saja aku buka, botol ke tiga menemaninya. Ruang ini terlampau berasap seketika. Mereka berdesakan mencari ventilasi, membumbung ke langit-langit dan menjejalkan diri ke atas pintu yang sedari tadi aku tutup rapat.

Sejalan semuanya hari ini, sejalan dengan penat yang aku derita tanpa sebab. Kantung mata ini pula rupanya telah penuh, tak mampu lagi menampung air didalamnya. Pakaian ini pun masih utuh menempel pada tubuh, tepat seperti pagi tadi aku kenakan.

Tawa denganmu beberapa menit yang lalu ternyata hanya semerbak yang melintas tanpa menetap. Sebab dalam detik ini berita yang kamu sampaikan meluluhkan benteng tawaku. Meluruhkannya jadi debu, meninggalkan aku sendiri dalam tatapan nanar berbayang, tak fokus oleh sebab mata ini terpenuhi air yang mengamuk melepaskan diri dari rengkuhan kantungnya.

Lalu mengapa kamu harus hadir dan meluluh-lantakkan tingkap egoku? Kamu tak ubahnya semacam nikotin, kafein, alkohol dan MSG yang sungguh tidak aku perlukan namun aku butuhkan. Menyusup dalam aliran darah dan menjejalkan adiksi dan afeksi yang tidak biasa, menjadikannya sekelumit kebutuhan yang terus akan diminta oleh tubuh pabila hilang dalam jerat-jerat syaraf.

Kejahatanmu tak dapat ditoleransi, kamu menanamkan tumbuhan berakal tunggang pada hati yang keras. Menyelusupkan akar-akarmu sampai pada pusatnya. Seketika dalam hitungan detik kamu serabutkan tumbuhan itu dan meninggalkan liang tak tertutup sampai akhir hayat. Dengan persetujuan sang esa-kah kamu melakukannya?

Lalu mengapa jejak kaki kita harus bertemu, berjalan sejajar dan bersilangan? Jika pada akhirnya aku akan kembali melangkah sendirian?

Botol ke empat kembali menemaniku, melarutkan segala hal tentang kamu. Semoga waktu kembali menyembuhkan aku. Meretaskan batas sunyiku dalam kepulan asap yang semakin membiru.


*pict taken from http://www.tradebit.com/filedetail.php

No comments:

Post a Comment