Saturday, May 19, 2012

Gugatan Sendal Jepit

Dia masih diam saja di bawah meja kantor, tenang dan tak pernah mengeluh. Geliatnya terasa bila dikenakan, bahagianya nyata menyamankan sepasang kaki sang empu. Memberikan ruang lebih banyak tanpa memaksa sang kaki untuk sedikit merapat, bahkan dia tak pernah meminta untuk lebih dirawat.

Disejajarkan dengan sepasang hi-heels yang jumawa, bersih mengkilap karena lebih diperhatikan oleh sang empunya. Jika si hi-heels sedang pergi dalam rapat, dia biasa ditemani oleh si teplek hitam yang usianya tak belia. Teplek yang compang-camping di sana-sini, berdebu kadang basah, pertanda hidupnya lebih lama di perjalanan daripada berdiam di bawah meja kantor.

Ketiganya punya peran masing-masing, tepat dan sempurna bagi sang empunya. Tapi pernahkah sang empu berpikir atau setidaknya terbersit dalam nuraninya bahwa jepit ini iri? Si jepit yang nyaman dan sangat dipercaya ini berkeluh kesah. Dia hanya dikenakan saat sang empu merasa letih, lelah terhimpit hi-heels dan atas kelelahan itu, si jepit dengan setia memberikan kenyamanan. Melegakan sepasang kaki empu dan memberikan banyak udara tanpa batas ruang penyiksaan.

Jepit ini kemudian menggugat, ia dikenal oleh orang dekat dan para sahabat sang empu bahkan pengakuan dideklarasikan dengan lantang di hadapan mereka. Namun tak pernah ia dibawa ke muka umum, tidak dalam rapat seperti si hi-heels, bahkan tidak jua dalam perjalanan seperti si teplek, meskipun renta dihantam debu dan hujan, setidaknya teplek itu berada di ruang lepas tanpa batas. Diperlihatkan pada keluarga, sahabat-sahabat dari kantor lain dan bahkan dikenalkan pada orang tak dikenal selama perjalanan. Jepit ini merana, diakui hanya sebatas hati tanpa sebuah proklamasi. 

Terlampau tinggi mungkin harapannya jika terkait dengan khalayak ramai, bagaimana dengan perhatian? Jepit ini tak pernah mengenal tisu, lap apalagi semir. Pilu benar ia menatap perhatian ekstra sang empu untuk si hi-heels yang gemilang, didandani semir yang menawan, diharumkan oleh tangan bodyshop atau setidaknya diusap manis oleh tisu yang lembut. Yahh, bahkan dijadikan sederajat dengan si teplek pun tidak pernah. Si teplek masih sering bersua dengan tisu basah dan menjadi pasien sang semir sekurang-kurangnya sekali dalam tiap bulannya. Sedangkan si jepit...

Lalu benarkah si jepit sungguh memiliki arti bagi sang empu?

No comments:

Post a Comment