Monday, July 4, 2011

penghakimanku

aku menghakimimu. ya.. aku menghakimi dirimu dalam sebuah aklamasi. keriaanmu telah aku padamkan dalam jarak secangkir kopi dan sebatang rokok. kesukaanmu sungguh telah aku bungkam tanpa kebolehan daripadamu. aku sungguh muak akan muluknya duniamu yang dengan penuh kesadaran menciderai hati yang kamu untai sendiri.

tarian percintaanmu tak ubahnya dengan perzinahan keduniawian. pelukan hangatmu menajiskan tahta lembaga perikatan yang kabarnya diatasnamakan dengan cinta sejati. aku memang tidak pernah percaya cinta sejati. aku memang tidak pernah percaya kesetiaan abadi, toh kesemuanya hanya sebuah permainan politik.. selalu bersama jika masih bermanfaat. oportunis, dan tidak pernah lebih mulia dari itu. aku apatis akan cinta? ya.

kamu menukarnya dengan manusia baru. manusia baru yang menurut pengelihatan fanamu jelas jauh melebihi kesempurnaan cintamu yang lalu. lembaga perikatan itu mungkin amat membosankan bagimu, terlampau membebaskan dan tanpa aturan. setidaknya itu yang dapat aku sarikan pada perbincangan kita kemarin dan kemarin lagi. kamu menemukan hati yang baru, cinta yang baru dengan banyak aturan dan kerapian yang jumawa. lalu kemudian kamu tukar kebebasan itu dengan rintihan aturan tanpa ujung. itu cinta? teori apalagi kali ini?! bukankah cinta itu membebaskan??

dalam pertanyaan atas cintamu ini, aku masih menunggu argumentasimu, penjelasanmu dan penjabaran berakal atas sikap polahmu yang sungguh menistakan nuraniku. jabarkan pembenaranmu atas legalitas cinta sejati itu kepadaku. deskripsikan nelangsamu akan pencarianmu pada sang kekal, pula kerinduanmu akan sang khalik. sepengetahuanku, semestinya perkara itu menjadi perkara pribadimu dengan sang esa. bahkan kamu tidak memerlukan agama untuk bercakap dengannya. lalu lihat sikapmu kali ini, kembali menyebut diri telah disalib bersamanya setelah dalam sepasang tahun yang lewat menyembahnya dengan khiblat ke arah barat!

aku menghamikimu kali ini. hati lamamu yang siap kamu singkirkan melalui meja hijau itu sungguh kebetulan memujanya pada keagungan jumat. sedang pujaan hatimu yang kini sungguh kebetulan bermazmur pada kemurnian minggu. aku menghubungkan keduanya tanpa alasan mengada-ada. hanya sebatas gunjingan kecurigaaan yang menggelitik serat logika pada kepulan aroma dari secangkir kopi.

coba runutkan padaku koneksitas antara penemuan cinta sejati pada kekasih barumu ini dan alasan spektakuler dalam kerinduanmu akan pencipta semesta. sungguh pendosa ini menghakimimu atas dasar keapatisan cinta dan tanpa teori keagamaan yang cemerlang. aku hanya sebentuk pendosa tanpa pengampunan akan jiwa raga. pembenaran perjudianmu akan cinta dan agama seketika memampatkan kemanusiaanku.

dalam penghakimanku ini tolong jawab rentetan pertanyaanku atas sikapmu.. "dimana nuranimu, malaikat hitam?"

No comments:

Post a Comment