Saturday, August 29, 2015

hatimu, kawan

ia menunggu di sudut pintu dalam sabar. sedikit sabar, padahal banyak sadar. ia termangu meratapi teknologi yang digenggamnya, sering dijelajahi tanpa sadar entah ingin mencari apa. lagi-lagi ia menunggu. sedikit keberanian untuk memulai, hanya sebatas mengejar nama lalu menelepon saja, ia ragukan. termakan pemikiran sendiri rupanya, terlalu takut disebut pengganggu, termakan gengsi yang meledak-ledak.

logikanya berpacu dengan hati, memakan hatinya sendiri. takut akan penghakiman, katanya, atau bahkan takut kekasihnya malah kemudian menjarak karena terganggunya. asumsi, asumsi dan asumsi saja. asumsi yang banyak tidak terbukti sepertinya. namun, terus saja ia telan bulat-bulat isi kepalanya tanpa bernegosiasi dengan isi hati.

sibuk sekali ia menanti sang kekasih. terlalu sibuk sampai lupa akan keberadaan manusia lain di sekelilingnya. lupa bahwa kami sedang tertawa, bersama-sama seharusnya. lupa bahwa detik ini seharusnya dinikmati. nikmati pedihnya penantian tanpa ujung. namun, kenapa harus menanti ujung? mengapa tidak kecapi yang ada saja? berapapun sakit dan senangnya, bagaimanapun ujung dan pangkalnya. bukankah yang penting adalah hari ini? karena besok adalah urusan lain, dengan bagian hati yang lain.

jangan kawatir, kawan. karena kisahmu atas sang kekasih juga akan lewat nantinya. sakitnya pasti ada. aku sudah berujar sejak awal, sakitnya pasti abadi, namun sakit itu pula yang akan menambah kosa kata dalam kamus hidupmu. nikmatilah.

No comments:

Post a Comment