Tuesday, August 4, 2015

Maaf, sahabat.

Aku meninggalkanmu karena aku cemburu. Harusnya aku jabarkan ini sejak mula-mula. Aku cemburu karena suatu malam kita duduk bertiga. Namun yang bicara hanya dua. Dua itu selain aku. Aku sungguh cemburu sejak itu.

Lalu aku pergi dari kamu untuk menghindari amarah. Supaya aku tidak menghardik setelahnya. Supaya aku tidak mengumpat dan membiarkan kalian mengerti aku cemburu.

Aku berlari untuk sembunyi. Hanya sisa gerutu dalam senyap dan mungkin tangis dalam alunan sigur ros. Aku cemburu karena aku yang sengaja mengenalkan kalian. Aku cemburu akan akibatnya.

Seharusnya aku yang di situ. Bukan malah menatapi cengkrama kalian yang makin intim tanpa jeda. Menutupi seakan aku mengerti apa yang kalian diskusikan.

Aku pergi saat itu juga. Menghindari kebersamaan. Karena hanya itu pengetahuanku jika patah hati. Sendiri. Sendiri saja, melewatkan segala bentuk kemesraan kalian.

Aku tahu akibatnya, segala tak akan lagi sama. Aku tidak lagi menunggumu di tangga itu sambil mengunyah bakwan malang abang-abang yang dipisahkan pagar kawat. Aku tak lagi datang malam-malam dan menetap di 33. Aku tidak lagi mengucapkan "berangkat dulu yaa, ayoo kamu bangun siap-siap", sementara kamu masi separuh sadar dengan hidung mampat. Kita tidak lagi berlama-lama di toko mini untuk bicara apa saja tanpa syarat.

Aku tahu konsekuensinya, aku akan merindu sejadi-jadinya. Karena semua tidak lagi sama. Aku tahu aku kehilanganmu, bahkan ketika semua alasan ini sudah panjang lebat aku jelaskan. Kita tak lagi sama. Aku mengerti akibatnya, kecemburuan adalah kematian. Maafkan aku, jika masih pantas memohon, sahabat.

2 comments:

  1. ah, bakwan malang. semalang nasib kebanyakan orang yang dipagari kawat maya. entah untuk apa. mungkin untuk melindungi dirinya sendiri. bukankah kita semua pernah ada dalam fase demikian? Selamat datang kembali, mungkin?

    ReplyDelete