Sunday, September 27, 2015

ia, rusa dan kasih

ia datang kali ini, membawa serta murung yang gelap tanpa sekat namun tercekat. di kanannya dijinjing rusa muda dengan mata membelalak. darahnya menetes tipis, sisa pertempuan tampaknya. tak perlu jua aku ujarkan pakaiannya, tak pantas pula.

dibakarnya batang pertama tanpa sapa. selayak pulang ke rumah yang kosong mungkin, hingga aku tak kasat mata baginya.

setelah api menghabiskan batang pertama sampai ke filter, ia mulai membuka mulut. jatuh cinta, katanya. kesalahan yang akan dilakukan semua manusia… jatuh cinta. lalu segera diperbaiki istilah yang ia gunakan: main hati, tanpa arti. ia tersesat dalam percakapan, terjebak dalam kebiasaan dan keberadaan. bukan mencari, bukan! tak ada lagi ruang baginya untuk mencari sebab yang dicari pun sudah ditemukan dalam hitungan tahunan lalu.

menit kemudian ia mencaci dirinya, menyesali perkenalan karena selalu ada perpisahan setelahnya, seperti saat ini. saat ia menghabiskan darah sang rusa sehabis-habisnya.

matanya kembali terbalik, mengenang rasa yang sempat ada, bahkan masih ada sampai kini mengisi rongga hati yang sayangnya masih kosong meskipun telah penuh. kehadirannya sebatas untuk meyakini dan menemani sang kasih baru yang meragu untuk masuk dalam kelembagaan. ketika pandangan menjadi dibatasi, ruang gerak dan kebebasan juga terhempas, kesetiaan seakan menjadi harga mati lebih dari melayani. lembaga yang paling posesif di muka bumi; bahkan Tuhan saja tidak segitunya.

tugasnya tergenapkan, sang kasih tetap ada di jalan yang seharusnya. seharusnya, bukan sebaiknya. semoga saja yang seharusnya juga adalah sebaiknya, semoga.

lalu ia kembali di sini. menemukan telinga untuk dibagi, bukan dengan intensi, namun kadang manusia tahu kepada siapa ia harus diskusi tanpa menghakimi. hidup harus jalan terus, suka atau tidak. setidaknya rongga penuhmu sekarang benar penuh, kawan. tersenyumlah untuk fajar berikutnya.

No comments:

Post a Comment