Monday, October 10, 2011

chocolate molten cake

"hey, kamu dapet salam dari chocolate molten cake, jam 6 ya!"

pesan melalui jejaring sosial itu terbaca tepat saat notifikasinya bergetar, mengubah kelip cahaya hijau menjadi merah. kecanggihan teknologi ini sungguh dapat mengalihkan skala prioritas, kicauan jejaring sosial ini terasa lebih penting dibanding rentetan pesan lainnya. hebat.

kemudian demi rentetan pesan itu aku merunut padatnya jakarta, duduk termenung pada kotak besi raksasa sembari melemparkan titik fokus pada gemerlap warna merah berderet tanpa putus. pendarnya kadang menusuk mata, walau tak terlalu menyakitkan jika disejajarkan dengan bebunyian yang dihadiahkan para penemu pada kuda besi serta umpatan kasar dari liang tenggorok para pengendaranya. ya, inilah jakarta.

sampai juga akhirnya aku pada pintu merah itu, menunduk sedikit sebelum membukanya, memastikan pengirim pesan sudah menunggu dengan buruk, seburuk ketepatan waktuku pada janji-janji pada umumnya. ia mengangkat pandangan ketika aku membuka pintu, tersenyum penuh makna dengan gelengan kecil yang sengaja dibuatnya.

"telat.. yah namanya juga kamu, kalo gak telat bisa kebalik malah semesta"

aku melempar setengah tubuhku pada kursi hijau itu, mengaduk-aduk tas mencari pemantik api dan sekotak hijau penenang degup nadi yang berlebihan. membakarnya dan memulai percakapan ala kadarnya namun selalu menarik. tertawa lepas tanpa gugatan, menertawakan jagad raya yang tak berkesudahan. bersamanya memang selalu luar biasa.

"ada kabar apa? masih di pegadaian atau beneran kekunci di benteng?" ujarnya sambil mendesakkan cake cokelat dan es krim bersamaan ke dalam mulutnya. ah, masih juga terkait dengan hati yang dipertanyakannya. anggap saja ini bentuk kepeduliannya, sungguh bukan suatu sindiran. ia selalu berhasil menemukan jalan yang sempurna untuk menyelidik tanpa interograsi yang menyesakkanku.

"gw cuma minta sama Tuhan buat ngasih semua fakta kayak yang gw mao. sesimpel itu kok." setelah jawabku itu, tatapnya makin menyelidik dengan perlahan menelaah tiap kata yang telah aku lontarkan. "dan pasti dikabulin kan sama Tuhan lo?" selalu ada kata kepemilikan darinya jika menyangkut masalah keTuhanan. ia unik.

kembali aku meretaskan tingkat keangkuhanku kali ini, menggugurkan idealisme bersama yang diprasastikan dengannya. tertunduk dalam bisu kesadaran sempurna, menjabarkan kenikmatan akan kesalahan yang sedang aku sesapi perlahan. penjelasanku tak akan pernah selesai dalam hardiknya, dengan kenyamanan tertentu aku sungguh paham akan kelalaianku. perilaku 'ku kali ini sungguh bukan kelalaian, ini lebih pada kesengajaan yang didasarkan pada fakta-fakta ilmiah tanpa bantah.

"tapi gw gak pake hati kok, beneran deh, sumpah!"
"haha gw pikir malah udah dari awal dipake hati lo.. haha denial"
"isshh.. jangan baca gw lagi deehh. gak suka."

gelaknya menutup percakapan, membiarkan aku terkesalkan oleh tebakannya yang tepat. untuk kesekian kalinya, selalu tepat.

No comments:

Post a Comment