Sunday, January 8, 2012

salahkah?

Aku bersua dengan sisi lainku. Sisi yang tak pernah ingin aku ungkap walau berjuta asa menerpanya. Sisi yang sungguh enggan 'ku selami meski dari sudut tersempit yang tak akan mengakibatkan sakit. Aku nyata-nyata tak minat mengenalnya, bahkan meliriknya dalam sepersekian detik saja.

Mual aku dibuatnya, menyesakkan dan mencideraiku tanpa jeda. Sungguh, kini aku terantuk didalamnya. Sisi terkelam dalam bilangan kehidupanku di permukaan bumi ini. Jika dapat aku berlari dan bersembunyi, akan aku lakukan salah satunya tanpa menimbang.

Secarik kertas bertuliskan jajaran kalimat pembentuk paragraf itu dihadirkannya padaku.

"Gw ga bisa nerusinnya, tolong terusin, akal gw abis ketutup emosi, malu, salah, dosa, smuanya ne"

Lalu ia menghamburkan dirinya dengan secangkir cokelat panas dan rokok. Terdiam tepat di depanku dengan air muka yang carut marut.

"Lo pasti bisa ngelanjutinnya ne, setiap kisah itu lo tau kok, gw slalu cerita kan, selesaiin ne.. Tolong ya.."

"Trus jadinya akan dr perspektif gw? Subjektivitsanya akan nempel di sisa tulisan lo, apa ga papa?"

...

Namun dimana aku sembunyi jika dalam pengulangan hari aku mencarinya, kemana aku berlari bila dalam setiap tindak aku menemukan gambaranku padanya? Pengetahuannya meluruhkan keangkuhanku, menjeratnya tanpa ampun dan membenihkan butiran-butiran sikap perubahan.

Dimana sang Khalik saat ini? Mengapa Ia melakukan pembiaran atas apa yang aku lakukan? Kebencian yang merasuk sejak jutaan tahun lalu kini melumatkan aku. Sekadar menjadi seseorang yang aku benci sampai ke rusuk, padahal aku adalah korban dari perempuan semacam aku!! Kemana sang esa saat ini? Tertidur terlampau pulas kah? Terlampau lelahkah menjaga semesta, menjaga aku? Ia sungguh meletakan aku pada kondisi yang memuakkan bahkan oleh pandangan diriku sendiri.

Mohon angkat kup ini, cawan ini bukan untukku.. Cacian nurani ternyata lebih menyesahkanku jika dibandingkan dengan cibiran manusia lain. Tapi sungguh, bagian hati ini hadir tanpa rencana, bahkan tanpa sadarku. Ia menghardikku di satu pagi ketika ia terlelap tanpa notifikasi.

Jangan salahkan aku, jangan rajam aku hai nurani.. Aku sedang mengerahkan segala upaya untuk mengendalikan kontaminasi hati. Setidaknya, aku berusaha meski dalam diam.

"Gini cukup?" Sambil aku condongkan layar laptop ke arahnya.
"Iya.. Hmm, tulisin lagi ya kalo smuanya udah selesai."

Kopi, cokelat dan rokok kembali menemani kami dalam diam. Kamu lebih kuat dari itu, sahabat, percayalah.

No comments:

Post a Comment