Sunday, January 8, 2012

sesah sesal

Penjabaranku melukainya tampaknya. Tanpa banyak berpikir, aku himpitkan ribuan kata dan suku kata padanya. Menghardiknya dengan tuduhan-tuduhan tak terarah hanya berdasarkan prasangka yang terlintas dalam benak. Menghempasnya tanpa memberinya ruang untuk bernapas. Membiarkannya terdiam dalam patahan peluang suku kata. Membenamkannya sampai ke perut bumi dan melumatkannya bersama dengan magma dan lava penghuni abadi di sana.

Sungguh ini suatu kejahatan tak terperikan. Itikad baikku sirna dalam pilihan kata yang membeludak. Kepedulianku salah serta merta karena sebentuk pelaksanaan yang salah.

Sesal ini menemaniku. Merajai setiap sudutku, mengasingkan aku akan diriku sendiri. Penjelasan yang salah lagi-lagi yang aku hadirkan, dalam penalaran akan kebijakan yang seharusnya berbuah kebajikan. Namun, jelas kini buahnya adalah petaka. Celaka atas diriku sendiri oleh sebab sebuah konsekuensi akan hari esok. Menatapi perubahannya dalam ratap. Tanpa ada lagi jawab-jinawab, sedatar dan selengang masa yang lalu.

Seharusnya kelumit kosa kata tadi tak pernah aku ujarkan.. Seharusnya negativitas ini tidak menjuaraiku! Menutup ruang-ruang logika yang biasanya ada. Semestinya ketakutan ini aku telan bulat-bulat untuk konsumsi sendiri. Sesalku memerdekakan pahit ini.

Bercakap banyak tak selalu benar rupanya. Pengalamanku akan pedihnya kebungkaman pada masa lalu nyata-nyata tak dapat diterapkan pada setiap jiwa berikutnya yang aku temuni, yang aku temani. Ego ini harus dilumpuhkan segera, sebelum ia makin menguasaiku pada hari berikutnya.

Lalu apa yang dapat aku perbuat untuk dia? Mengembalikannya seperti 24 jam yang lalu.. Memercikan kembali senyumnya yang tulus tanpa gugatan.. Bersimpuh dalam maaf pun tak akan mengobatinya. Salahku ini, sungguh ini salahku. Maaf.

No comments:

Post a Comment